Jumat, 10 Agustus 2012

Islam di Brunai

KATA PENGANTAR







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1  latar belakang.....................................................................................................................
1.2  tujuan makalah...................................................................................................................
1.3  manfaat makalah................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................
2.1   Dinamika Islam Di Brunei Darussalam
2.2  brunei awal sejarah
2.3 perkembangan kontemporer islam di brunei
2.4 politik negara brunei
2.5 raja raja brunei
2.6 hukum di brunei
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA










BAB I
PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Negara Brunei Darussalam merupakan salah satu negara kerajaan Islam di utara Kalimantan berbatasan dengan Lautan Cina Selatan di utara, dan Serawak di barat, dan timur. Luas : 5765 km. Penduduk: 264.000 (1991). Komposisi penduduk: Melayu (69%), Asli (5%), Cina (18%), dan bangsa-bangsa lain (8%). Agama resmi Islam (67%) dengan bermazhab Syafi’i. Sedang yang lainnya Budha (14%), Kristen (9,7%) dan lainnya (12%) termasuk agama pribumi suku dayak. Bahasa resmi Melayu. Ibukota Bandar Sribegawan. Mata uang: Dollar Brunei (100 Cents). Sumber utama penghasilan negara: gas bumi dan minyak.
Populasi penduduk Brunei adalah 301.000 yang terdiri dari 70,5 % orang Melayu yang umumnya bekerja di pemerintahan dan sipil, orang Cina 16 % dimana 80 % nya tidak terakomodasi sebagai warga negara resmi, dan beberapa kelompok lokal seperti orang Iban, Kedayan, Kayan, Kenyah, Kiput, Muru dan Tutung, pendatang yang berjumlah 8,2 % umumnya sebagai pekerja industri yang berasal dari Inggris 6.000 orang, Asia Selatan 4.200 orang, Gurkha 1.000 orang, Korea dan Fhilipina.
Bahasa Melayu menjadi bahasa utama, disertai bahasa Inggris, Cina, Iban, dan belasan dialek daerah yang berjumlah 17 bahasa. Brunei dikenal sebagai salah satu negara terkaya di Asia karena hasil minyak buminya.
Negara ini mempunyai otoritas tidak hanya meliputi seluruh Pulau Borneo tetapi juga beberapa bagian pulau-pulau Suluh dan Fhilipina namun mulai abad ke-17 lebih-lebih pada abad ke-18 dan ke-19. Kekuasaan kesultanan Brunei mulai berkurang akibat adanya konsesi yang dibuat dengan Belanda, Inggris, Raja Serawak, British North borneo Company dan serangan-serangan para pembajak. Pada abad ke-19 wilayah negar Brunei Darussalam tereduksi menjadi sangat ecil smpai batas-batas yang ada sekarang.
Pada tahun 1847 Sultan Brunei mengadakan perjanjian dengan Inggris Raya untuk memajukan hubungan dagang dan penumpasan para pembajak. Perjanjian berikutnya diadakan pada tahun 1881 yaitu perjanjian negara Brunei berada dibawah proteksi Inggris Raya. Pada tahun 1963 negara Brunei berbentuk negara Merdeka Melayu Inggris dengan tidak bergabung dengan federasi Malaysia. Sampai akhirnya tanggal 1 Januari 1984 Brunei Darusalam menjadi negara Kesulatanan yang merdeka dan berdaulat.
Bentuk pemerintahan Brunei menurut konstitusi di kesultanan dijalankan oleh Majelis Umum, Dewan Menteri, dan Badan Legislatif. Sultan mempunyai kekuasaan yang sangat besar kuasa eksekutif tertinggi berada di tangan Sultan sebagai Menteri Besar (Ketua Menteri).
1.2.             Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis memiliki beberapa rumusan masalah, diantaranya :
  1. Bagaimanakah sejarah singkat Negara Brunei Darusalam?
  2. Bagaimanakah sejarah Islam di Brunei Darusalam dari awal hingga kini?
  3. Bagaimanakah sistem pemerintahan Bruunei Darusalam?
  4. Bagaimanakah penerapan hukum Islam di Brunei Darusalam?












BAB II
PEMBAHASAN

2.1      Dinamika Islam Di Brunei Darussalam
Brunei darussalam adalah sebuah negara kecil yang makmur dibagian utara pulau borneo/kalimantan dan berbatasan dengan negara malaysia. Brunei memiliki ukuran wilayah yang tidak begitu luas, diperkirakan hanya seluas 2,227 mil persegi. Penduduknya juga relatif sedikit , diperkirakan berjumlah 360.000. mayoritas penduduknya adalah melayu, sebagian lainnya adalah pendatang seperti cina.pemerintah tidak menerbitkan data lengkap tentang penganut agama, namun satu sumber menyebutkan bahwa 67 persen pendudukya muslim, 13 persen budha, 10 persen kristen, dan 10 persen lainnya menganut keyakinan lainnya. Sekitar 20 persen penduduk adalah etnis cina, dimana diperkirakan sebagian diantaranya menganut kristen ( angklikan, katolik dan methodists) dan sebagian lainya menganut agama budha. Juga terdapat sejumlah tenaga kerja yang berasal dari Austria, Inggris, Filipina, Indonesia, dan Malaysia yang menganut islam, kristen dan hindu.[1]  Sebagian tempat ibadah , di brunei terdapat 101 mesjid, 7 buah gereja, sejumlah kalenteng cina dan 2 buah candi.
            Negara kaya yang menumpukkan perekonomiannya pada sektor minyak bumi dan gas ini, menerapkan sistem politik monarki absolut, dimana keluarga raja bertindak selaku pemenang kepemimpinan kerajaan. Situasi politik dinegara ini kelihatan sangat tenang. Hal ini dikarenakan selain ukuran wilayahnya yang kcil dan jumlah penduduk yang terbatas, juga disebabkan oleh tidak adanya demokrasi politik.
            Islam menjadi agama resmi negara brunei darussalam, karena itu mendapat perlindungan dari negara. Pemerintah juga sangat mendukung perkembangan dan kemajuan islam, dimana sultan brunei menjadi kepala agama ditingkat negara. Pemberlakuan kebijakan dibidang agama dan lain-lain sangat dimungkinkan karena sistem politik tradisional yang diterapkan brunei sangat tidak adanya demokrasi politik. Brunei juga terkenal sangat selektif dan berhati-hati terhadap pengaruh dari luar, sehingga mendukung dan menjaga kemampuan tradisi masyarakat feodal yang diterapkan. Sebagian besar muslim di negara ini adalah sunni yang menganut mazhab syafi’i.
2.2 Brunei awal sejarah
Ditemukan beragam versi dan pendapat tentang sejarah awal masuknya Islam di Brunei. Azyumardi Azra menulis bahwa sejak tahun 977 Kerajaan Borneo (Brunei) telah mengutus P'u Ali ke Istana Cina. P'u Ali yang dimaksud adalah pedagang muslim yang nama sebenarnya adalah Abu 'Ali. Pada tahun yang sama, diutus lagi tiga duta ke Istana Sung, salah seorang di antaranya bernama Abu ' Abdullah.
 Dari segi namanya saja, sudah jelas bahwa kedua orang yang diutus tadi adalah orang Islam. Namun tidak ditemukan data lebih lanjut tentang asal usul utusan tersebut, apakah dia orang pribumi melayu asli sekaligus pendakwah Islam, atau pedagang muslim dari luar (Hadramaut) dan tinggal di Brunei kemudian diutus ke Istana Cina untuk misi perdagangan. Sebab, sebagaimana yang telah disinggung, Kerajaan Brunei pada awalnya adalah pusat perdagangan orang-orang Cina.
Versi lain menerangkan bahwa sekitar abad ke-7 pedagang Arab dan sekaligus sebagai pendakwah penyebar Islam telah datang ke Brunei. Kedatangan Islam di Brunei, melegatimasikan bagi rakyat Brunei untuk menikmati Islam yang tersusun dari adat dan terhindar dari akidah tauhid. Maksudnya, adat dan atau tradisi yang telah menjadi anutan masyarakat tetap dijalankan selama dapat mem-perkaya khazanah keislaman. Karena itu, sampai sekarang secara jelas terlihat pengamalan ajaran Islam di sana beralkulturasi dengan adat, misalnya dalam acara pesta dilaksanakan berdasarkan syariat Islam, tanpa meng-abaikan tradisi setempat.
Kemudian dalam Ensiklopedi Oxpord yang ditulis dan diedit John L. Esposito, seorang pakar Islam dari kalangan orientalis dinyatakannya bahwa, orang Melayu Brunei menerima Islam pada abad ke-14 atau ke-15 setelah pemimpin mereka diangkat menjadi sultan Johor. Sultan sebagai pemimpin kerajaan dan sekaligus pemimpin agama, dan bertanggung jawab menjunjung tinggi pelaksanaan ajaran agama di wilayah kerajaannya.
Berdasar dari data-data dan keterangan di atas, dapat dipahami bahwa sebenarnya, Islam telah menjadi perhatian raja Brunei sejak masa lalu. Raja Brunei Brunei justru mengutus orang Islam dalam misi perdagangan, dan karena itu maka ketika pedagang Islam dari Arab datang ke Brunei mendapat sambutan dari masyarakat setempat, selanjutnya setelah raja Brunei dikukuhkan menjadi sultan, maka orang Melayu di sana secara luas menerima Islam. Artinya bahwa peta perkembangan Islam di Brunei berdasar pada pola top down.
Ahmad M. Sewang merumuskan, pola top down adalah pola penerimaan Islam oleh masyarakat elite, penguasa kerajaan, kemudian disosialisasikan dan berkembang kepada masyarakat bawah. Di samping top down, ada juga yang disebut bottom up, yakni Islam diterima terlebih dahulu oleh masyarakat lapisan bawah, kemudian berkembang dan diterima oleh masyarakat lapisan atas, atau elite penguasa kerajaan.
Oleh karena pola top down yang menjadi pola Islamisasi di Brunei, praktis agama Islam di Brunei cepat sekali perkembangannya. Sama halnya di Kerajaan Gowa menurut hasil penelitian Ahmad M. Sewang bahwa proses Islamisasi di di daerah ini berdasar pada pola top down. Islam diterima terlebih dahulu elite kerajaan, yaitu Raja Tallo dan Raja Gowa, setelah itu diikuti masyarakat ramai.
Proses Islamisasi yang sama dengan pola top down juga terjadi di Kerajaan Buton. Menurut hasil penelitian Abd. Rahim Yunus bahwa Buton baru menerima Islam pada pertengahan abad ke-16 dan rajanya yang keempat ketika itu adalah raja pertama yang menerima Islam dan menjadikannya sebagai agama resmi kerajaan pada tahun 948 H atau 1540. Penganjur Islam yang mengislamkannya memberika gelar "sultan".
Demikian pulalah yang terjadi di Brunei, raja-raja Brunei sejak turun temurun adalah kerajaan Islam dan raja-raja Brunei juga bergelar "sultan". Dalam pada itu, Kerajaan Brunei dalam konstitusinya secara tegas menyatakan bahwa kerajaan tersebut adalah negara Islam (برونى دارالسلام), yang beraliran Sunni (Ahlu sunnah wa al-Jamaah). Perkembangan Islam di negara Brunei, didukung sepenuhnya oleh pihak pemerintah kesultanan yang menerapkan konsep kepemimpinan sunni yang ideal dengan menerapkan prinsip-prinsip ketatanegaraan dan pemerintahan dalam Islam.
Sejak akhir abad ke-19 sampai 20, terlihat perkembangan kehidupan keagamaan pada masyarakat Brunei yang sangat signifikan, baik pada tingkat kelembagaan maupun penerapan ide-ide reformis. Perubahan administrasi ketatanegaraan pada abad ini juga besar andilnya terhadap proses skripturalisasi dan reformasi keagamaan. Karena sultan (raja) memiliki wewenang penuh dalam bidang agama, hubungan antara sultan dan agama menjadi sangat kuat. Dengan demikian, perubahan politik dan dinamika agama yang dikedepankan pemerintah juga ber-imbas pada reformasi kehidupan umat beragama.
Dalam abad itu juga status dan institusi-institusi Islam di Brunei tetap men-cerminkan tradisi yang umumnya juga menjadi tradisi kesultanan di Semenanjung Melayu. Literatur yang ada dalam kurun abad tersebut tidak menunjukkan ada gerakan atau kejadian penting yang dapat meronrong agama. Brunei benar-benar tidak tersentuk kontroversi keagamaan yang kadang-kadang terjadi di tempat/ negara lain di kawasan ini.
Ketika Inggris datang pada dalam masa itu, sebagian besar masyarakat Islam Brunei menghormati Inggris sebagai penyelamat negara mereka. Di sinilah letak keunikan masyarakat Islam Brunei, sekaligus sebagai indikasi bahwa Islam di Brunei bisa berkembang tanpa ada hambatan, karena masyarakatnya menghindari zhu'u zhanny (perangka buruk) yang berlebihan terhadap Inggris, justru dengan sikap tasamuh (toleran) masyarakat muslim menyebabkan negara Brunei benar-benar menjadi darussalam (negara yang selamat) dari berbagai goncangan dan malapetaka.
Jadi dipahami bahwa Islam di Brunei dari masa ke masa mengalami perkembangan dari segala aspeknya, dan perkembangan tersebut bermula dari sejarah kedatangan Islam sampai ke pemerintahan al-Marhum Sultan Haji Omar Ali Saifuddien. Usaha-usaha untuk mengembangkan Islam diteruskan pula oleh Yang Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Wadaulah, Sultan dan yang Di-Pertuan Negara Brunei dengan wawasan yang lebih luas, jauh dan mantap lagi. Berbagai usaha telah dibuat dan dilaksanakan termasuk pembinaan masjid, pendidikan agama, pembelajaran al-Qur'an, perundangan Islam dan banyak lagi yang lainnya dengan hasrat menuju ke arah kemajuan gemilang Islam di Negara Brunei.
Seri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Wa daulah, menekankan pentingnya MIB (Malayu Islam Beraja, atau Kerajaan Islam Malayu). Menurutnya, interpretasi MIB harus menegaskan Brunei Darussalam “Identitas dan citra yang kokoh di tengah-tengah negara-negara non-sekuler lainnya di dunia”, dan karenanya sejak tahun 1991 juga ditandai dengan bermacam-macam perayaan peristiwa keagamaan. Hal ini selaras dengan apa yang barangkali dapat digambarkan sebagai pusat dan pengembangan Kerajaan Islam Malayu yang kecil namun makmur.
Salah satu bukti lagi, di samping bukti-bukti lain bahwa Islam di Brunei mengalami perkembangan yang cukup signifikan di antara negara-negara muslim lainnya, adalah bahwa selama tahun 1991, bangsa Brunei telah menyelenggarakan dan berpartisipasi dalam berbagai forum Islam regional dan internasional. Misalnya, di bulan Juni Brunei menjadi tuan rumah bagi Pertemuan Komite Eksekutif Dewan Dakwah Islam Asia Tenggara, dan Pasifik (Regional Islamic council of Southheast Asia anda Pasific, RISEAP). Di bulan Oktober, Sultan menghadiri perayaam menandai pembukaan Festival Budaya Islam di jakarta. Bulan Desember, Paduka menghadiri Konvensi Islam OKI yang diselenggarakan di Qatar. Posisi sentral Islam lagi-lagi diperkuat di bulan September 1992 dengan didirikannya Tabung Amanah Islam Brunei (TAIB atau dana Amanah Islam Brunei), lembaga Finansial pertama di Brunei yang dijalankan berdasarkan ajaran syariat Islam.
Aktivitas-aktivitas yang telah disebutkan di atas, tentu berfungsi untuk memperkokoh pengembangan Islam, dan posisi sentral Islam, baik sebagai komponen penting dalam ideologi maupun sebagai prinsip yang mengatur kehidupan sehari-hari masyarakat Brunei.
Di jelaskan lagi lebih rinci bahwa Islam diperkiakan telah datang ke brunei sejak abad ke-15. Catatan portugis oleh de bruto tahun 1514, menyatakan bahwa raja brunei masih belum masuk islam tetapi para pedagangnya sudah muslim. Laporan lain menyebutkan ketika pegaffeta mendarat di pantai brunei tahun 1521, ia telah melihat adanya kota dengan penduduk yang padat. Sultan tinggal di sebuah pemukiman yang dikelilingi benteng. Pendatang disambut dengan upacara kebesaran. Walapun mmberikan dukungan kepada muslim, tetapi raja awang alak betatar baru memluk islam pada masa kemudian dan diberi gelar sultan muhammad shah (1363-1402).[2] Dialah sultan brunei pertama dan pengusaha brunei saat ini merupakan keturunannya. Secara tradisional, sultan bertanggung jawab terhadap penegakan tradisi islam, meski tanggung jawab tersebut bisanya secara resmi didelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk.
            Pada tahun 1402, sultan muhammah syah digantikan oleh sultan ahmad (1408-1425). Meski namanya tidak disebutkan dalam salasilah raja raja brunei (laws and regulation of bruneian kings), namun tercatat dalam sejarah cina. Pada tahun 1406, misalnya, ia mengirim seorang duta ke cina yang dikenal dengan ma-na-je-ka-na. Dia juga pernah menjadi pemimpin delegasi dari brunei ke cina.[3] Ia meninggal tahun 1425.
            Dengan islam, brunei mempertegas dan memperluas perannya sebagai kekuasaan dagang yang kuat dan independen. Usaha dagang brunei dan wilayah kekuasaanya bertambah bersamaan dengan penyebaran islam yang meliputi kerajan-kerajan melayu di borneo dan filipina. Selama penyebaran islam tahap awal, banyak ulama arab yang menikah dengan keluarga kerajaan brunei. Yang sangat terkenal diantaranya adalah syarif ali dari taif yang kmudian menikah dengan saudara perempuan sultan brunei kedua. Syarif ali kemudian naik tahta sebagai sultan brunei ketiga pada tahun 1425. “darussalam” adalah term arab yang di tambahkannya pada kata brunei, berarti negeri yang damai, untuk menegaskan islam sebagai agama resmi negara dan untuk meningkatkan syiarnya. Dialah orang pertama yang mendirikan masjid dan memperkuat keyakinan islam di brunei. Dia juga yang memulai membangun kota baru (stone fort), bagian timur kota brunei, sekarang dikenal dengan bandar seri bengawan. Syarif ali yang juga dikenal dengan sultan  berkat digantikan putranya sultan sulaiman,(1432-1485). Ia melanjutkan pembangunan kota batu dan menyebarkan ajaran islam. Ia dikenal sebagai adipati atau sang aji brunei. Ia turun tahta tahun 1485 dan meninggal tahun 1511.
            Brunei mencapai  masa kejayaanya pada masa pemerintahan sultan ke-5, nahkoda ragam,yang bergelar sultan bolkiah (1485-1584). Ia berhasil menaklukkan seluruh borneo sampai bagian utara luzon, kepulauan filipina. Di bawah kepemimpinannya, ia membentuk angkatan perang. Ibu kota brunei kemudian dibuatkan benteng keliling sebagai pertahanan.[4] Wilayah kekuasaanya meluas hingga kerajaan sambas, pontianak, banjar masin, kutai, balangon, kepulauan sulu, kepulauan balabak, banggi balambangan dan palawan. Antonio pigafetta, penulis kronik dari itali mengunjungi brunei pada masa pemerintahan sultan bolkiah. Dia menuliskan tentang kemegahan pemandangan ibu kota.
            Sultan bolkiah digantikan putranya sultan abdul kahar (1524-1530), seorang yang saleh dan disinyalir memiliki kekuatan supranatural (keramat). Pada tahun 1521, ferdinand magellan dan antonio pigafetta menemuinya, dimana saat itu masih menjabat sebagai pemangku sultan. Pada masanya, banyak ulama yang datang ke brunei untuk menyebarkan ajaran islam. Ia turun tahta pada tahun 1530 dan dikenal sebagai paduka segi begawan sultan abdul kahar.
            Dalam sejarahnya, kekeuasaan kesultanan brunei sangat kuat dari abad ke-14 hingga abad ke-16. Pengaruh eropa secara berangsur-angsur mengakhiri kekuasaan brunei. Brunei pernah mengalami perang singkat dengan spanyol yang menyebabkan ibu kota brunei diduduki spanyol. Meski pada akhirnya kesultanan memenangkan perang dengan spanyol namun banyak wilayah kekuasaannya yang hilang. Kemunduran kerajaan brunei mengalami puncaknya pada abad ke-19, ketika raja putih dari serawakmenguasai sebagian wilayah kekuasaan brunei, hingga hanya menyisakan wilayah seperti sekaranng ini. Brunei kemudian dijajah oleh inggris. Meski tidak melepaskan kedaulatannya kepada inggris, namun perjanjian tahun 1888, menjadikan kesultanan brunei sebagai wilayah protektorat inggris. Urusan dalam negri ditangani oleh sultan, sedangkan urusan pertahanan negara, keamanan dalam negeri dan hubungan luar negeri menjadi tanggung jawab kerajaan inggris. Dalam prakteknya  inggris tetap mencampuri urusan dalam negeri brunei. Hal ini karena brunei mau menerima penasehat inggris, yang memberikan nasehatnya selain menyangkut persoalan agama. Agama tetap memainkan peranan penting dalam masyarakat. Demikian juga bahasa melayu tetap menjadi media komunikasi dan pengajaran agama dalam masyarakat muslim brunei. . Pada 1 januari 1984, Brunei Darussalam telah berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya.

2.3  Perkembangan kontemporer islam di brunei
            Brunei memperoleh kemerdekaannya dari inggris pada tahun 1984. Konstitusi bruneimenegaskan bahwa agama resmi brunei darussalam adalah islam mengikut mazhab shafi’i. Meski agama lain seperti Kristen, Budha, dan Hindu dapat dianut dan dilaksanakan secara damai dan harmonis, namun pemerintah menegaskan sejumlah batasan bagi pemeluk agama non-islam, anta lain pelarangan bagi non-muslim untuk menyebarkan agamanya. Akhir tahun 2000 dan 2001 pemerintah menahan orang kristen, karena dugaan aktivitas subversif (bawah tanah). Mereka akhirnya dilepaskan pada bulan oktober 2001 setelah bersumpah setia pada sultan. Tidak dibenarkan satu sekolahpun, termasuk sekolah swasta mengajarkan ajaran agama selain islam, termasuk materi perbandingan agama. Selain itu, seluruh sekolah termasuk sekolah cina dan kristen diharuskan mengajarkan materi pelajaran islam kepada seluruh siswanya.
            Berbagai pemeluk agama hidup berdampingan secara damai, namun interaksi gereja terhalang oleh etos Islam yang dominan yang tidak memperbolehkan pemeluk islam mempelajari keyakinan agama lain. Pada saat yang sama, tokoh-tokoh islam mengorganisir sejumlah kegiatan untuk mengajarkan dan menyebarkan islam yang mereka istilahkan dengan “dialog” meski dalam kenyataanya hanya berbentuk informasi satu arah.
            Kerajaan brunei dikenal menganut ideologi kerajaan islam melayu atau melayu islam beraja (MIB). Berbagai pertemuan dan acara seremonial ditutup dengan doa. Pada setiap upacara kenegaraan, non-muslim diharuskan memakai pakaian nasional yang mencakup tudung kepala bagi perempuan dan kopiah bagi laki-laki, kostum yang relatif identik dengan busana muslim. Seperti yang ditegaskan oleh Sultan Haji Hassanal Bolkiah Muizzaddin wa Daulah mengawali tahun 1991:”Melayu Islam Beraja harus menegaskan identitas dan citra Brunei Darussalam yang kokoh di tengah-tengah negara non-skuler lainnya di dunia”. Sebuah surat kabar resmi pemerintahan menjelaskan tentang melayu islam beraja sebagai berikut: “ Kerajaan Islam Melayu menyerukan kepada masyarakat untuk setia kepada rajanya, melaksanakan islam dan menjadikannya sebagai jalan hidup serta menjalani kehidupan dengan mematuhi segala karakteristik dan sifat sejati bangsa Melayu Brunei Darussalam, termasuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa utama”.[5]
            Seiring dengan penekanan akan urgensi Melayu Islam Beraja (MIB) sebagai mana di tegaskan pemerintah, awal tahun 1991  ditandai dengan bermacam perayaan peristiwa-peristiwa keagamaan, mulai dari isra’mi’raj Nabi Muhammad, perayaan Nuzul Quran, perayaan hari raya Idul Fitri, memperingati tahun baru Hijriah, serta keikutsertaan Brunei dalam berbagai forum islam regional dan internasional, misalnya dengan menjadi tuan rumah Pertemuan Komite Eksekutif Dewan Dakwah Islam Regional Asia Tenggara, menghadiri pembukaan Festival Budaya Islam di Jakarta, serta menghadiri konferensi Organisasi Konferensi Islam (OKI). Di sisi lain, pemerintah melarang jual beli minjuman keras. Sultan juga melarang pergerakan al-Arqam yang dinilai banyak kalangan  sebagai gerakan yang menyebarkan ajaran sesat. Hal ini mencerminkan kokohnya pendirian pemerintah dalam menghadapi organisasi sempalan islam. Lebih jauh, besarnya perhatian Sultan terhadap aktivitas –aktivitas keislaman seperti di kemukakan di atas, dapat diinterpretasikan sebagai dukungan pemerintah terhadap proses islamisasi dimana berperan sebagai perwujudan dari islam dan Kultur Melayu Brunei.
            Karena itu, MIB, nampaknya dapat digambarkan sebagai upaya pemerintah untuk membangun sebuah ideologi nasional serta mengartikulasikan budaya nasional sehingga diharapkan dapat memberikan arah dalam mengelola perubahan sosial yang cepat, dan dalam pembangunan bangsa. Melayu Islam Beraja berkaitan erat dengan evolusi adat istiadat dan tradisi Melayu Brunei. Melalui MIB, pemerintah menginginkan agar nilai-nilai budaya Melayu dan norma Islam dijalankan. Acara-acara upacara keagamaan yang banyak tertera dalam kalender Muslim memberikan gambaran tentang bagaimana ideologi nasional itu diungkapkan dalam kehidupan berbangsa.
            Dalam aspek hukum, hukum Brunei mencakup pelarangan khalwat ( hubungan intim namun tidak sampai melakukan zina antara dua jenis kelamin di luar hubungan pernikahan) dan larangan mengkonsumsi minuman yang memabukkan. Berdasarkan data statistic yang dikeluarkan oleh pejabat agama, sepanjang bulan Juli 2005 hingga April 2006 terdapat 386 kasus khalwat. Sebagian besar ditahan dan mendapat hukuman. Pejabat agama selalu melakukan razia makanan tidak halal dan mengandung alcohol. Mereka melakukan monitoring ke sejumlah restoran dan supermarket untuk memastikan bahwa yang mereka sajikan adalah makanan halal. Pegawai restoran yang ketahuan melayani muslim makan di siang hari Ramadhan juga dapat diperkarakan dan dihukum.
            Selain itu, posisi sentral Islam lagi-lagi diperkuat dengan didirikannya Tabung Amanah Islam Brunei (TAIB) atau Dana Amanah Islam Bruei, yaitu lembaga finansial pertama di Brunei yang dijalankan berdasarkan syari’at Islam. Diantara tujuan TAIB adalah mengelola dana TAIB, dan kemudian mendukung investasi dan perdagangan yang meliputi investasi dibidang bursa dan pasar uang, berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi dan industry baik didalam maupun di luar negeri, dan menjalankan fungsi-fungsi lainnya yang akan diatur secara berkala. Lembaga ini beroperasi melalui sistem tabungan dan tabungan itu kemudian diinvestasikan dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan akan diberikan kepada investor pada periode tertentu setelah dipotong zakat dan biaya manajemen TAIB.[6]
            Pada upacara pembukaan TAIB . sultan menyatakan bahwa brunei sedang berusaha untuk mendirikan bank Islam. Dia menyatakan bahwa bank Internasional Brunei dapat menjadi model utama bank Islam dinegeri tersebut. Kesimpulannya, aktivitas-aktivitas ini berfungsi untuk memperkokoh posisi sentral Islam, baik sebagai komponen penting dalam ideologi  nasional maupun sebagai prinsip yang mengatur kehidupan sehari-hari.[7]
            Lemahnya sumber daya manusia masih menjadi salah satu persoalan yang masih dihadapi Brunei seperti yang sering disinggung oleh menteri kabinet dan pejabat pelayan masyarakat lainnya. Hal ini semakin terasa terutama bila dikaitkan dengan tantangan mengelola perubahan dalam konteks pembangunan nasional. Lemahnya SDM dapat dilihat sebagai salah satu faktor kausal mengapa Brunei dihadapkan pada peningkatan pengangguran, dan beberapa pekerjaan tertentu masih mempekerjakan orang asing. Solusi utama yang dilakukan pemerintah untuk menyeleseaikan persoalan ini adalah dengan memberikan pelatihan pada generasi muda. Bahasa Melayu dan Inggris juga mendapat penekanan dalam pendidikan di Brunei. Semua disiplin ilmu utama setelah tiga tahun dari pendidikan dasar diajarkan dalam bahasa inggris. Penekanan pada bahasa Inggris ini diimbangi dengan pengajaran MIB, seperti pendidikan moral dan pengajaran agama islam di sekolah. Mahasiswa untuk mempelajari materi MIB selama satu tahun.
            Dalam rangka melahirkan SDM yang mjumpuni, di Brunei terdapat sejumlah lembaga pendidikan, antara lain, Universitas Brunei Darussalam (UBD). Universitas ini berdiri sejak tahun 1985. Tahun 1991 tercatat, universitas ini telah menghasilkan 500 sarjana. Tahun 1991 sebuah memorandum of understanding (MoU) telah ditandatangani dengan UTM untuk memperkuat kerjasama dalam bidang pendidikan dan pelatihan.

2.4. Politik Negara Brunei Darusalam
Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan monarki absolut dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap seagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri. Sultan Hassanal Bolkiah yang gelarnya diturunkan dalam wangsa yang sama sejak abad ke-15, ialah kepala negara serta pemerintahan Brunei. Baginda dinasihati oleh beberapa majelis dan sebuah kabinet menteri, walaupun baginda secara berkesan merupakan pemerintah tertinggi. Media amat memihak kerajaan, dan kerabat kerajaan melestarikan status yang dihormati di dalam negeri.
Brunei tidak memiliki dewan legislatif, namun pada bulan September 2000, Sultan bersidang untuk menentukan Parlemen yang tidak pernah diadakan lagi sejak tahun 1984. Parlemen ini tidak mempunyai kuasa selain menasihati sultan. Disebabkan oleh pemerintahan mutlak Sultan, Brunei menjadi salah satu negara yang paling stabil dari segi politik di Asia.
Pertahanan Keamanan Brunei mengandalkan perjanjian pertahanan dengan Inggris di mana terdapat pasukan Gurkha yang terutama ditempatkan di Seria. Jumlah pertahanan keamanannya lebih kecil bila dibandingkan dengan kekayaannya dan negara negara tetangga. Secara teori, Brunei berada di bawah pemerintahan militer sejak pemberontakan yang terjadi pada awal dekad 1960-an. Pemberontakan itu dihancurkan oleh laskar-laskar Britania Raya dari Singapura.
Brunei memiliki dengan hubungan luar negeri terutama dengan negara negara ASEAN dan negara negara lain serta ikut serta sebagai anggota PBB. Kesultanan ini juga terlibat konflik Kepulauan Spratly yang melibatkan hampir semua negara ASEAN (kecuali Indonesia, Kamboja, Laos dan Myanmar), RRC dan Republik Cina. Selain itu terlibat konflik perbatasan laut dengan Malaysia terutama masalah daerah yang menghasilkan minyak dan gas bumi. Brunei menuntut wilayah di Sarawak, seperti Limbang. Banyak pulau kecil yang terletak di antara Brunei dan Labuan, termasuk Pulau Kuraman, telah dipertikaikan oleh Brunei dan Malaysia. Bagaimanapun, pulau-pulau ini diakui sebagai sebagian Malaysia di tingkat internasional.

2.5  Raja-raja Brunei
Raja-raja Brunai Darusalam yang memerintah sejak didirikannya kerajaan pada tahun 1363 M yakni:
  1. Sultan Muhammad Shah (1383 – 1402)
  2. Sultan Ahmad (1408 – 1425)
  3. sultan Syarif Ali (1425 – 1432)
  4. Sultan Sulaiman (1432 – 1485)
  5. Sultan Bolkiah (1485 – 1524)
  6. Sultan Abdul Kahar (1524 – 1530)
  7. Sultan Saiful Rizal (1533 – 1581)
  8. Sultan Shah Brunei (1581 – 1582)
  9. Sultan Muhammad Hasan (1582 – 1598)
  10. Sultan Abdul Jalilul Akbar (1598 – 1659)
  11. Sultan Abdul Jalilul Jabbar (1669 – 1660)
  12. Sultan Haji Muhammad Ali (1660 – 1661)
  13. Sultan Abdul Hakkul Mubin (1661 – 1673)
  14. Sultan Muhyiddin (1673 – 1690)
  15. Sultan Nasruddin (1690 – 1710)
  16. Sultan Husin Kamaluddin (1710 – 1730) (1737 – 1740)
  17. Sultan Muhammad Alauddin (1730 – 1737)
  18. Sultan Omar Ali Saifuddien I (1740-1795)
  19. Sultan Muhammad Tajuddin (1795-1804) (1804-1807)
  20. Sultan Muhammad Jamalul Alam I (1804)
  21. Sultan Muhammad Kanzul Alam (1807-1826)
  22. Sultan Muhammad Alam (1826-1828)
  23. Sultan Omar Ali Saifuddin II (1828-1852)
  24. Sultan Abdul Momin (1852-1885)
  25. Sultan Hashim Jalilul Alam Aqamaddin (1885-1906)
  26. Sultan Muhammad Jamalul Alam II (1906-1924)
  27. Sultan Ahmad Tajuddin (1924-1950)
  28. Sultan Omar ‘Ali Saifuddien III (1950-1967)
  29. Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah (1967-kini)
2.6. Hukum di Brunei Darusalam    
Kesultanan Brunei Darussalam mempunyai sejarah yang cukup panjang. Secara kultural, hukum yang berlaku di Brunei Darussalam tidak jauh berbeda dengan tetangganya Malaysia, karena keduanya memang mempunyai akar budaya yang sama. Meskipun sejak 1888 – 1984 Brunei menjadi negara protektorat Inggris, namun hal tersebut tidak menyebabkan hukum Islam tidak berlaku di Brunei Darussalam. Sikap Inggris terhadap Islam sangat berbeda dengan sikap Belanda, terutama terhadap penduduk negeri jajahannya. Kalaupun Inggris ikut campur tangan, yang mereka lakukan adalah menempatkan Islam di bawah wewenang para Sultan, sehingga agama menjadi kekuatan yang konservatif.
Pola hukum Islam yang dianut oleh penduduk Brunei lebih banyak dipengaruhi oleh mazhab Syafii. Sistem Hukum dan Pengadilan mereka lebih banyak dipengaruhi oleh hukum adat Inggris Sampai dekade sekarang ini sistem hukumnya, kecuali hukum-hukum agama Islam, masih didominasi oleh sistem hukum Inggris. Bahkan Mahkamah Agung/Hakim Agungnya masih dirangkap oleh Mahkamah Agung/Hakim Agung Hongkong. Hukum Perdata Islam bagaimanapun juga dapat terhindar dari upaya modernisasi.
Pengadilan Syariah (Mahkamah Qadi) secara tradisional mengurus masalah- masalah perdata Islam (perkawinan, perceraian, hubungan keluarga, amanah masyarakat, nafkah dsb) berdasarkan mazhab Syafii. Sistem ini tetap dipertahankan sebagai pranata hukum dan politik Sultan.Sejak tahun 1898 setidak-tidaknya telah terjadi 6 kali perubahan (penyempurnaan) peraturan perundang-undangan yang mengatur kehidupan keagamaan masyarakat Brunei Darussalam, yaitu Undang- Undang tahun 1898, 1955, 1956, 1957, 1960, 1961 dan 1967. Hal ini secara sepintas mengesankan adanya dinamika dalam kehidupan hukum Islam di Brunei Darussalam. Hanya saja seberapa jauh dinamika itu terjadi perlu mendapat kajian lebih lanjut dan lebih mendalam.
Brunei pra Islam pernah berada di bawah kekuasaan kerajaan Malaka, Cina, Sriwijaya dan Majapahit yang beragama Hindu. Pengaruh kebudayaan Hindu terjelma dalam bentuk upacara, adat istiadat, bahasa (Sanskrit); terutama untuk gelar- gelar pembesar negri, bahkan sampai sekarang penga-ruh bahasa Sanskrit itu masih terasa, Hal ini umpamanya masih terlihat ketika pelantikan pembesar-pembesar negri. Contohnya ketika Sultan Hasanal Bolkiah tahun 1967 dikukuhkan menjadi Sultan masih menggunakan bahasa Sanskrit, meskipun ditambah dengan bahasa Arab.Hal yang sama terjadi kembali ketika pengukuhan putra mahkota oleh Sultan Hasanal Bolkiah beberapa waktu yang lalu. Sedangkan pengaruh Cina terlihat dalam tata cara berpakaian.Masuknya Islam ke Brunei sejalan dengan masuknya Islam ke Nusantara, dan setidak-tidaknya terjadi selepas Malaka jatuh ke tangan Portugisb tahun 1511 M. Kerajaan Brunei mempunyai warisan sejarah tua yang berkaitan dengan sejarah tua kerajaan Melayu Islam, seperti Perlak, Pasai, Malaka, Demak dan Aceh. Puncak kekeuasaannya adalah sekitar abada 15, Brunei telah menguasai tidak saja Borneo, bahkan seba gian kepulauan Pilipina termasuk Sulu.Rajanya yang pertama memeluk Islam adalah Awang Alak Betatar, yang bergelar Sultan Muhammad Syah (1368)-1415). Islam berkembang atas jasa seorang keturunan Saidina Hasan bernama Syarif Ali dari Thaif, yang kemudian kawin dengan anak saudara Sultan Muhammad Syah. Samapi saat ini Sultannya telah berjumlah 29 orang, dan yang terakhir adalah Sultan Hasanal Bolkiah, yang telah memerintah sejak 1967.Penduduk Brunei saat ini lebih kurang 300.000 orang, tahun 1989 baru 267.000 jiwa, padahal sebelumnya tahun 1960 baru 83.877 jiwa, 1971 – 136.251 jiwa, 1973 – 145.170 jiwa dan 1982 – 230.390 jiwa yang menyebar di seluruh wilayah Brunei, terutama di daerah perkotaannya; 44% di daerah muara (Sri Begawan), 31% di kota Sria dan Kuala Bekait, 12 % di daerah Tutong dan 3% di daerah Tamburay. Mayoritas penduduk merupakan suku Melayu (61%), duk pribuni lain (Melanau, Kedayan, Iban dll) 8,3%, Cina % dan sisanya etnis lain. Agama : Islam 63,4 %, Budha 14 %, Kristen 9,7 %, lain-lain 12,9 %. Lebih dari 80 % penduduknya yang berusia 15 tahun ke atas sudah bebas dari buta aksara. Mayoritas penduduknya adalah generasi muda; 40 % berumur sekitas 20 tahun, 35 % 21-40 tahun dan 25 % di atas 40 tahun.
Sejak tahun 1950 an telah dikirim pelajar-pelajar ke luar negeri, terutama ke
madrasah Al-Junaid di Singapura adan al-Azhar Cairo. Pada tahun 1960 an, telah ada
60 lulusan al-Azhar (Lc dan MA). Sejak adanya alumni-alumni Al-Junaid dan Al-
Azhar tersebut dibuatlah Madrasah. Pendidikan sampai tingkat Universitas diberikan
secara cuma-cuma. Beasiswa kerajaan diberikan kepada mereka yang dia
nggap layak ke luar negeri, sampai dengan tahun 1984 sudah ada lebih kurang 2000
orang yang belajar di luar negeri.
Sampai dengan tahunn 1972 pendidikan guru Brunei masih mengacu kepada sistem pendidikan guru di Johor Malaysia).10 Cirinya penekanan pada pelajaran al- Quran dan ibadah Shalat. Barulah pada tahun 1972 mereka mulai melakukan pendidikan agama sendiri. SLTA agama baru ada pada tahun 88 Semula di Brunei berlaku hukum Kanun Brunei yang mempunyai banyak persamaan dengan hukum Kanun Malaka, Johor, Pahang, Kedah, Riau dan Pontianak.11 Hukum Kanun Malaka ini didasarkan pada hukum Islam bermazhab Syafii yang isinya meliputi; kewajiban- kewajiban raja, larangan-larangan buat rakyat, pidana, hukum keluarga, ibadah, muamalah dll.
Hukum Kanun Brunei berlaku sejak zaman Sultan Bolkiah (1473-1521). Zaman Sultan Saiful Rijal 1575-1600) di Brunei telah ada pengadilan terhadap orang- orang yang bersalah yang dihukum berdasarkan Hukum Kanun Brunei. Undang-Undang Melaka, semula terdiri dari 19 pasal, kemudian berubah menjadi 20 pasal dan terakhir menjadi 44 pasal, setidak-tidaknya 18 pasalnya diatur menurut ketentuan hukum Islam, misalnya :
-  pasal 5 : tt jinayah berlaku qisas
-  pasal 7 : pencurian, bisa denda, bisa juga potong tangan
-  pasal 12 : perzinaan ; tidak dirajam, tapi bisa ganti rugi dan mengawini, jika istri orang                             minta maaf di depan khalayak ramai dan denda
-  pasal 25 : syarat ijab qabul
-  pasal 26 : syarat saksi
-  pasal 27 : talak dan rujuk
-  pasal 28 : ” Cina buta”
-  pasal 30 : bungan, riba dan jual beli
-  pasal 37 : kesaksian untuk penetapan had ; mabuk, mencuri, membunuh, qisas dsb
-  pasal 32 : sulhu
-  pasal 34 : hukum amanah
-  pasal 36 : shalat
-  pasal 38 : pembuktian (sumpah, pengakuan dll).
Sedangkan Kanun Brunei terdiri dari 47 pasal dan sekurang-kurangnya 29 pasal mengandung unsur-unsur Islam, diantaranya:
- pasal 4 : jinayah, bunuh, menikam, memukul, merampas, mencuri, menuduh dsb.
- pasal 5, 8 dan 41 : qishas
- pasal 7 dan 11 : pencurian
- pasal 12 dan 42 : perzinaan
- pasal 15 : pinjam meminjam
- pasal 18 : pinang meminang
- pasal 20 : tanah
- pasal 25 : perkawinan
- pasal 26 dan 27 : saksi
- pasal 28 : khiar dan pasakh nikah
- pasal 29 : thalak
- pasal 31 : jual beli
- pasal 33 : utang piutang
- pasal 34 : muflis dan sulhu
- pasal 36 : ikrar
- pasal 38 : murtad
- pasal 39 : syarat saksi
- pasal 44 : minuman keras dan mabuk
Selain itu hukum Brunei mencakup pelarangan khalawat (hubungan intim namun tidak sampai melakukan zina antara dua jenis kelamin diluar hubugan pernikahan), pasal 12 dan 14. Dan larangan mengkonsumsi minuman yang memabukkan. Berdasarkan data statistic yang dikeluarkan oleh pejabat agama, sepanjang bulan juli 2005 hingga april 2006 terdapat 389 kasus khalawat. Sebagian besar ditahan dan mendapat hukuman. Pejabat agama selalu melakukan razia makanan tidak halal dan mengandung alkohol. Mereka melakukan memonitoring kesejumlah restoran dan supermarket untuk memastikan bahwa yang mereka sajikan adalah makanan halal. Pegawai restoran yang ketahuan melayani muslim makan disiang hari ramadhan juga dapat diperkarakan dan dihukum.
Semenjak Brunei menjadi protektorat Inggris, maka di Brunei pada mulanya diberlakukan hukum Acara Pidana berdasarkan Hukum Acara Pidana Inggris/India 1898. Di dalamnya terdapat bab tentang nafkah istri, anak dan orang tua. Pada tahun 1912 telah diundangkan Hukum Islam, dilengkapi pada tahun berikutnya tentang perkawinan dan perceraian, yaitu pada tahun 1913.
Pada tahun 1955 dengan berlakunya Undang-Undang Ugama dan Mahkamah Qadi 1955, maka UU 1912 dan 1913 dicabut ( pasal 205). Undang-Undang 1955 ini ketentuan-ketentuannya secara garis besar diambilkan dari UU yang sama yang sebelumnya telah diberlakukan di Malaysia.16 Undang-Undang 1955 ini kemudian disempurnakan pada tahun 1956, 1957, 1960, 1961, 1967. Perubahan tersebut juga sejalan dengan perubahan yang terjadi di Malaysia.
Pada tahun 1888 Brunei telah mengadakan perjanjian dengan Inggris dan
Brunei ditempatkan dibawah perlindungan Inggris da Sultan setyuju bahwa
hubungan luar negeri dikendalikan oleh InggIris. Tahun 1905 diadakan perjanjian baru yang menjadikan Brunei menjadi sistem residen dimana Inggeris masih  memberikan nasihat pada sultan, kecuali bidang agama dan adat istiadat.
Akibat perang Asia Pasific 1941 menyebabkan Brunei dikuasai Jepang (1941- 1945). Ekonomi-nya menjadi morat marit dan manyebabkan lahirnya semangat nasionalisme Brunei yang melahirkan Kesatuan Melayu Brunei. Pada tanggal 14 Maret 1959 diadakanlah perundingan dengan Ratu Elizabeth II mengenai masa depan Brunei. Pada tanggal 29 September 1959 ditanda tanganilah perjanjian Perlembagaan tertulis Brunei, yang berisi tentang corak pemerintahan kerajaan sendiri yang demokratik secara berperingkat.
Urusan dalam negeri menjadi tangung jawab kerajaan dan urusan pertahanan dan luar negeri masih dalam perlindungan Inggeris. Sejak itu terjadilah perubahan- perubahan yang mendasar dalam hubungan antara Brunei dan Inggeris. Berdasarkan Perlembagaan Negeri Brunei 1959 ini ditetapkan bahwa agama resmi Brunei adalah Islam menurut ahlus Sunnah wa al-Jamaah mazhab Syafii. Pasal 44 konstitusi ini menyebutkan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan Sultan, termasuk dalam urusan agama Islam. Untuk menjalankan tugasnya dalam bidang agama, Sultan dibantu oleh ; Majlis Ugama Islam, Penasehat Ugama dan Jabatan Hal Ehwal Ugama.18 Majlis Ugama Islam, kewenangan dan tanggungbjawabnya adalah sebagai penasehat Sultan dalam bidang agama yang meliputi : membuat UU, memberikan fatwa dan menetapkan peraturan perUU-an buat orang Islam, mengurusi masalah kehakiman, peradilan, menangani masalah-masalkah amanah umat, masjid, perkawinan dan perceraian serta nafkah dan orang-orang masuk Islam. Sedangkan Penasehat Ugama tugasnya adalah membantu dan memberikan nasehat pada Sultan mengenai urusan agama Islam. Jabatan Hal Ehwal Ugama adalah sebagai petugas pelaksana hal ehwal agama dalam negeri; seperti penyuluhan agama dan penyebaran agama Islam bagi penduduk negeri.
Pada tahun 1960an politik Brunei berubah sehubungan dengan langkah yang diambil oleh Tunku Abdur Rahman Putra al-Haj menegnai pem,bentukan Malaysia yang meliputi negeri-negeri persekutuan Melayu, Sabah, Serawak. Singapura dan Brunei. Brunei memisahkan diri dari persekutiuan tersebut, sehingga Malaysia merdeka sendiri tahun 1963. Tahun 1967 Hasanal Bolkiah dinobatkan menjadi sultan menggantikan ayahandanya, dan 1 Agustrus 1968 beliau dilantik jadi Sultan. Pada awal tahun 1984 Inggris mengakhiri pengaruhnya di Brunei. Brunei kemudian mengumumkan bahwa mereka adalah negara Islam yang diatur menurut Syariah. Dewan Agama, kebiasaan negara dan UU Mahkamah Qadi 1955 menjadi lebih giat dilaksanakan, diikuti dengan peninjauan dan perubahan dalam bentuk Syariah dan pengaruh hukum Malaysia.
Penjelasan lebih rinci tentang hukum Islam di Brunei Darusalam
a.       Pembatalan Pertunangan
Perbuatan membatalkan perjanjian pertunangan oleh pihak laki-laki yang dibuat baik secara lisan maupun secara tertulis yang dilakukan mengikuti hukum muslim, akan berakibat pada pihak laki-laki, yaitu harus membayar sejumlah sama dengan banyaknya mas kawin, ditambah dengan perbelanjaan yang diberikan secara suka rela untuk persiapan perkawinan. Apabila yang membatalkan perjanjian tersebut dari pihak perempuan, maka hadiah pertunangan harus dikembalikan bersama dengan uang yang diberikan dengan suka rela. Semua pembayaran baik yang digariskan tadi bisa didapatkan kembali melalui perkawinan. Hal ini tidak dijelaskan dalam fikih Syafi’i secara eksplisit.
b.       Pendaftaran Nikah
Dalam Undang-undang Brunei orang yang bisa menjadi pendaftar nikah cerai selain kadi besar dan kadi-kadi adalah imam-imam masjid, disamping imam-imam itu merupakan juru nikah yang diberi tauliah untuk menjalankan setiap akad nikah. Orang biasa melangsungkan sebuah pernikahan adalah orang yang diberi kuasa (tauliah) oleh sultan atau yang diberi kuasa oleh hukum untuk orang Islam. Tetapi dalam hal kehadiran dan kebenaran pendaftaran juga diperlukan. Walaupun demikian pernikahan yang tidak mengikuti aturan ini tetap dilangsungkan (sah), tetapi menurut aturan hukum muslim dianggap sah dan hendaknya didaftarkan. Sedangkan yang dinamakan perkawinan yang tidak sah adalah perkawinan yang tidak mengikuti hukum madzhab yang dianut oleh kedua belah pihak. Aturan-aturan yang berlaku di atas merupakan reformasi hukum keluarga Islam yang sifatnya regulatory, karena dengan tidak adanya pencatatan dan pendaftaran tidak menyebabkan batalnya suatu perkawinan bahkan dalam hal ini ternyata di Brunei terasa lebih longgar dibanding dengan negara tetangganya, karena dengan tidak mendaftarkan perkawinan tersebut tidak merupakan suatu pelanggaran. 

c.        Wali Nikah
Persetujuan kedua belah pihak dalam perkawinan sangat diperlukan selain itu wali pengantin perempuan harus memberikan persetujuan atau kadi yang mempunyai kewenangan bertindak sebagai wali raja yaitu apabila tidak ada wali nasab atau wali naab tidak menyetujui dengan alasan yang kurang tepat hal ini juga terjadi di Malaysia, yang memberikan aturan tentang keharusan adanya izin wali dalam nikah. Jika tidak ada wali nasab atau wali tidak memberikan izin dengan alasan yang tidak masuk akal pengadilan dapat memberikan izin kepada orang lain untuk bertindak sebagai wali. Di Singapura aturan ini ditetapkan melalui ordonansi muslim 1957 yang memberikan otoritas kepada kadi untuk menyelenggarakan pernikahan seorang perempuan yang tidak mempunyai wali nasab, atau walinya tidak memberikan izin denagn alasan yang tidak masuk akal, asalkan tidak ada halangan berdasarkan hukum islam.
d.       Perceraian yang dilakukan suami
Jika perempuan cerai sebelum disetubuhi maka ia tidak boleh dikawinkan dengan orang lain kecuali dengan suaminya yang terdahulu dalam masa iddah. Kecuali telah dibenarkan oleh kadi yang berkuasa dimana ia tinggal.
Dalam Undang-undang Brunei selanjutnya disebutkan bahwa bagi perempuan yang dicerai dengan talak tiga tidak boleh nikah lagi dengan suaminya yang terdahulu. Kecuali ia kawin dengan laki-laki lain denagn cara yang sah dan bersetubuh dengannya kemudian diceraikan dengan cara yang sah sesuai dengan undang-undang. Peraturan perceraian Brunei yang lainnya adalah seorang suami bisa menceraikan istrinya denagn talak 1, 2, 3, denagn hukum Muslim seorang suami mesti memberitahukan tentang perceraiannya kepada pendaftar dalam tempo 7 hari. Jika seorang perempuan yang sudah menikah bisa juga mengajukan permohonan cerai kepada kadi dengan mengikuti hukum muslim. Apabila suaminya rela hendaknya dia mengucapnya cerai. Kemudian didaftarkan dan kadi akan mengeluarkan akta perceraian kepada kedua belah pihak sebagai perbandingan di negara malaysia hukum yang berlaku ternyata membatasi kebebasan seorang suami muslim untuk menceraikan istriny, lain hal denag hukum yang berlaku di serawak, jika suami menuntut perceraian pada istrinya maka ketika dibuktikan bahwa ia tidak bersalah pengadilan akan memberikan waktu 15 hari untuk mempertimbangkan kembali seandainya waktu yang diberikan habis sedang ia masih dalam keputusannya maka di izinkan kepadanya untuk menceraikan istrinya dengan membayar denda.
e.       Perceraian dengan talak tebus
Di Brunei juga diberlakukan aturan yang menyatakan bahwa jika pihak tidak menyetujui perceraian denagn penuh kerelaan maka kedua belah pihak bisa menyetujui perceraian dengan tebusan atau cerai tebus talak kadi akan menilai jumlah yang dibayar sesuai dengan taraf kemampuan kedua belah pihak tersebut. Serta mendaftarkan perceraian itu. Perceraian dengan cara ini ternyata berlaku juga di Malaysia.
f.        Talak tafwid, fasakh dan perceraian oleh pengadilan
Perempuan di Brunei bisa memohon kepada Mahkamah Kadi untuk mendapatkan perceraian lewat fasakh. Yaitu suatu pernyataan pembubaran perkawinan menurut hukum Muslim pernyataan fasakh ini tidak akan dikeluarkan, kecuali mengikuti hukum Islam dan pihak perempuan dapat memberikan keterangan dihadapan sekurang-kurangnya dua saksi denagn mengangkat sumpah atau membuat pengakuan. Bagi para istri di Malaysia, pihak istri diberikan hak untuk mengajukan perceraian dengan alasan bahwa suaminya impoten sedangkan di Singapura pengadilan dapat menerima tuntutan dari kaum perempuan muslimah untuk mengadakan perceraian (fasakh) dan memutuskannya berdasarkan hukum keluarga Islam.
g.       Hakam (Arbitrator)
Apabila selalu muncul masalah antara suami dan istri maka kadi bisa mengangkat seorang, dua orang pendamai atau hakam dari keluarga yang dekat dari masing-masing pihak yang mengetahui keadaannya. Kadi memberikan petunjuk kepada hakam untuk melaksanakan arbiterase dan harus melaksanakannya sesuai dengan hukum Muslim, apabila kadi tidak sanggup atau tidak menyetujui apa yang dilakukan oleh hakam kadi akan mengganti dan mengangkat hakam yang lain. Haruslah di angkat seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan, kedua hakam yang diangkat itu adalah orang yang terpercaya dengan persetujuan suami istri dan kedua suami istri itu mewakilkan kepada kedua hakam untuk kumpul lagi atau bercerai apabila kedua hakam itu berpendapat demikian.


h.      Rujuk
Dalam Undang-undang ini disebutkan adanya rujuk setelah dijatuhkannya talak, yaitu apabila cerainya dengan talak satu atau dua. Tinggal bersama setelah bercerai mesti berlaku dengan kerelaan kedua belah pihak denagn syarat tidak melanggar hukum Muslim dan kadi harus mendaftarkan untuk tinggal bersama. Apabila perceraian yang bisa dirujuk kembali dilakukan dengan tanpa sepengetahuan istri maka ia tidak dapat diminta untuk tinggal bersama sampai diberitahukan tentang perkara itu. Kemudian jika setelah menjatuhkan talak yang masih bisa dirujuk kembali pihak suami mengucapkan rujuk dan pihak istri menerimanya, maka istri dapat diperintahkan kadi untuk tinggal bersama tetapi pihak tersebut tidak bisa dibuat sekiranya pihak istri tidak memberi kerelaan.
i.         Nafkah dan tanggungan anak
Pembicaan nafkah hanya dipakai dlam tuntutan yang dibuat oleh orang Islam terhadap orang Islam yang lainnya. Yang termasuk kedalam ini adalah para istri, anak sah yang masih belum dewasa, orang yang tidak mampu membiayai (fiskal), orang yang berpenyakit dan anak diluar nikah. Tiga syarat ini bisa dijadikan tuntutan berdasarkan hukum Muslim yang dalam hal menentukan hak untuk nafkah. Dalam kasus anak diluar nikah, Mahkamah Kadi akan membuat ketentuan yang dianggap sesuai. Perintah bisa dikuatkan melalui Mahkamah Majistret atau Mahkamah Kadi Besar.

2.6  Islam di Brunei Darussalam Setelah Merdeka

Setelah merdeka Brunei menjadi sebuah negara Melayu Islam Beraja. “Melayu” diartikan dengan negara melayu yang mengamalkan nilai-nilai tradisi atau kebudayaan melayu yang memiliki unsur-unsur kebaikan dan menguntungkan. “Islam” diartikan sebagai suatu kepercayaan yang dianut negara yang bermazhab Ahlussunnah Waljamaah sesuai dengan konstitusi dan cita-cita kemerdekaannya. “Baraja” adalah suatu sistem tradisi melayu yang telah lama ada.
Brunei merdeka sebagai negara Islam di bawah pimpinan sultan ke-29, yaitu Sultan Hassanal Bolkiah Mu’izzadin Waddaulah. Panggilan resmi kenegaraan saultan adalah “ke bawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Baginda dan yang dipersatukan negeri. Gelar “Muizaddin Waddaulah” (pinata agama dan negara) menunjukkan ciri keislaman yang selalu melekat pada setiap raja yang memerintah.
Sebelum abad 16, Brunei memainkan peranan penting dalam penyebaran Islam di Wilayah Kalimantan dan Filipina. Sesudah merdeka, di tahun 1984 Brunei kembali menunjukkan usaha serius bagi memulihkan nafas ke-islaman dalam suasana politik yang baru. Di antara langkah-langkah yang diambil ialah mendirikan lembaga-lembaga modern yang selaras dengan tuntutan Islam. Disamping menerapkan hukum syariah dalam perundangan negara, didirikan Pusat Kajian Islam serta lembaga keuangan Islam.
Sultan telah melakukan usaha penyempurnaan pemerintahan yaitu dengan membentuk Majelis Agama Islam atas dasar UU agama dan Mahkamah Kadi tahun 1955. Majelis ini bertugas menasehati sultan dalam masalah agama Islam.
Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan monarki konstitusional dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri, yang dipilih dan diketuai oleh Sultan sendiri. Sultan Hassanal Bolkiah yang gelarnya diturunkan dalam wangsa yang sama sejak abad ke-15, ialah kepala negara serta pemerintahan Brunei. Baginda dinasihati oleh beberapa majelis dan sebuah kabinet menteri. Pemilu, menurut kontitusi, harus diadakan setiap 5 tahun. Namun sejak 1965 tidak pernah lagi diadakan pemerintahan umum. Partai Demokrasi Nasional Brunei, partai politik satu-satunya dinegara ini, dibentuk pada tahun 1985.
Langkan lain yang ditempuh sultan adalah menjadikan Islam benar-benar berfungsi sebagai pandangan hidup rakyat Brunei dan satu-satunya ideologi negara. Untuk itu dibentuk jabatan hal Ehwal Agama yang bertugas menyebarkan paham Islam. Baik kepada pemerintah beserta aparatnya maupun kepada masyarakat luas. Brunei mengembangkan hubungan luar negeri dengan masuk Organisasi Konferensi Islam, ASEAN dan PBB.
Untuk kepentingan penelitian agama Islam, pada tanggal 16 September 1985 didirikan pusat dakwah yang juga bertugas melaksanakan program dakwah serta pendidikan kepada pegawai-pegawai agama serta masyarakat luas dan pusat pameran perkembangan dunia Islam. Di Brunei orang-orang cacat dan anak yatim menjadi tanggungan negara. Seluruh pendidikan rakyat (dari Tk sampai Perguruan Tinggi) dan pelayanan kesehatan diberikan secara gratis.






BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan bab-bab sebelumnya yang telah dijelaskan , penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut :
  1. Hukum Islam di Brunei Darussalam mengalami perubahan setelah adanya perjanjian-perjanjian dengan Inggris yang menyebabkan Inggris campur tangan dalam urusan kekuasaan kehakiman, keadilan, hukum serta perundang-undangan. Pelaksanaan hukum Islam secara khusus diserahkan kepada pemerintah Brunei, yang kemudian dilanjutkan dengan pembentukan mahkamah Syari’ah. Negara Brunei Darussalam mengakomodasi hukum Islam, adat, dan barat tetapi yang sering sekali digunakan adalah hukum Muslim (Islam). Pengambilan hukum Islam di brunei secara utuh dikembangkan dari mazhab Syafi’i dan sebagian besar bersifat regulatory, meskipun demikian ternyata pembaharuan hukum yang bersifat substansial tidak sejalan dengan Syafi’i sendiri bahkan dengan mazhab lain seperti masalah iddah yang belum disetubuhi oleh suaminya, kemudian ganti rugi batalnya perjanjian pertunangan. Kita ketahui hukum di Brunei dipengaruhi oleh Inggris melalui perjanjian-perjanjian sehingga memungkinkan Inggris campur tangan dan Brunei menjadi pemerintahan bergantung pada Inggris. Andaikan pada waktu itu Kesultanan Brunei tegas tidak lemah, serta mampu menangani konflik yang ada di negara brunei mungkin Bruneei menjadi negara-negara yang mempunyai undang-undang hukum Islam yamg kuat. Strategi kuatnya kekuatan negara dalam menghadapi persoalan menjadi hal yang penting di Brunei dan seluruh negara. Semoga Brunei terus-menerus melakukan pembaharuan hukum dan tidak menyimpang jauh dari hukum islam sehingga tidak tertinggal dwengan negara-negara lainnya dan diharapkan pengetahuan hukum Islam di brunei menjadikan kita lebih yakin dan percaya bahwa hukum Isalm yang kita gunakan adalah hukum yang benar yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-sunnah karena negara lain seperti Brunei berprinsip yang sama dengan umat Islam di Indonesia.
  2. Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan monarki absolut dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap seagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri.
  3. Brunei Darusalam merupakan negara bekas jajahan Inggris , mulai dari tahun 1888 hingga 1983, dan memperoleh kemerdekaan pada awal Januari 2011.























DAFTAR PUSTAKA

Dr.Helmiati,M.Ag , Dinamika Islam Asia Tenggara ( Pekanbaru : suska Press, 2008)
Awang Mohd. Jamil Al-Sufri, liku-liku Pencapain Kemerdekaan Negara Brunei Darussalam, (Brunei: Jabatan Pusat Sejarah,1992) Cet ke-1.
Ensiklopedia Islam, Jakarta: Pt. Ichtiar Baru Van Hoeve. 1999. Cet. 5
Ensiklopedia Islam Indonesia, Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. Djambatan. 1992.
Ensiklopedia Indonesia Seri Geografi. Penyusun Redaksi Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta: PT. Intermesa.1990) cet 1.


[1] Bandingkan dengan hasil sensus penduduk tahun 2005 yang melaporkan bahwa penduduk brunei berjumlah 372,361 jiwa, dimana 67% (249,481 orang) diantaranya menganut islam. Lihat wikipedia, the free encyclopedia.
[2] P.M. holt, ann K.S. lambton & bernard lewis (ed.), the cambridge history of islam,(new york: cambbridge university press,1970), hlm.128-129.
[3] Nampaknya selama peiode sultan pertama dan kedua,terdapat hubungan kerajaan antara brunei dan cina, dimana pada periode itu, pangeran ming,ong sum ping (belakangan dikenal dengan pangeran maharaja lela) menikah dengan putri sultan muhammad.
[4] From wikipedia, the free encyclopedia.
[5] Brunei Darussalam newsletter, 15 july 1991, hlm, 8.
[6] Moeflich hasbullah (ed.), asia tenggara konsentrasi baru kebangkitan islam, hlm. 249
[7] Ibid.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Bluehost