Rabu, 11 Juli 2012

Bidadari yang terlepas

oke sahabat pengetahuan21..nii cerita bermanfaat,,:)

Dering alarm membangunkannya, meskipun langit masih gelap bahkan ayam pun masih enggan membuka suara, Galih beranjak dari tempat tidurnya. Di ambilnya air wudlu untuk menghilangkan rasa kantuk yang masih tersisa, lalu segera membentangkan sajadah di lantai kamarnya. Inilah kebiasaan yang dilakukan Galih, menyempatkan diri mengingat Sang Ilahi, di kala semua orang tertidur lelap.Dia mulai bermunajat kepada Allah, meminta segala yang ia butuhkan, dan mengungkapkan segala keluh kesah yang membebaninya, seperti kali ini Galih tengah merasa galau, beberapa minggu ini pikirannya sedang dirasuki oleh sesosok makhluk indah yang mengganggu ketenangan hatinya.
“Ya ALLAH, Dzat yang Maha membolak balikkan hati, hamba mohon petunjuk atas segala kegundahan hati ini. Jika memang benar dia lah bidadari yang Kau kirim untuk melengkapi agama hamba, maka persatukanlah kami dalam jalan-Mu. Hindarkanlah kami dari pelanggarannya. Dan jika memang kami tak berjodoh, maka jauhkanlah.” Ungkap Galih dalam ibadah malamnya kali ini.
***

"Engkau di hatiku, namun bukan milikku"
Gadis itu bernama Gita, kalau dilihat dari segi parasnya mungkin memang masih banyak wanita yang jauh lebih cantik dari dia. Tapi Galih bukanlah tipikal orang yang menilai segalanya dari fisik. Kecerdasan yang tampak dari rasa keingintahuan yang besar , budi pekerti yang baik dan kesederhanaan dari diri Gita lah yang membuat lelaki berusia 24 tahun ini jatuh hati kepadanya. Galih telah mengenal Gita sejak 4 tahun yang lalu, mereka dipertemukan dalam sebuah forum, Gita yang masih duduk di bangku SMA mulai tertarik dengan materi yang disampaikan Galih. Akhirnya merekapun sering berdiskusi dalam berbagi hal, mulai dari agama, negara, pendidikan sampai pergaulan remaja. Semuanya berlalu begitu saja, mereka yang pada awalnya sedikit canggung, lama kelamaan semakin akrab, eittss akrab disini masih dalam jalur peraturan agama, tanpa berdua-dua an dan segala hal yang menjurus pada pelanggaran. Sampai pada akhirnya Galih mulai menyadari, ada suatu perasaan aneh yang menghinggapi dirinya, kekaguman pada pribadi Gita kini telah menjelma menjadi rasa suka. Rasa sayang yang dulu layaknya kakak kepada adiknya kini berubah menjadi rasa sayang layaknya kepada seorang pacar. Inilah yang membuat Galih bingung, 3 minggu terakhir ini pikirannya tak bisa lepas dari sosok Gita.
“Assalamualaikum” sebuah suara membuyarkan lamunan Galih.
“Waalaikumsalam, eh mas Dhanu, masuk mas”. Jawab Galih seraya menutup pintu kamarnya, dan menghampiri tamunya pagi itu.
“Wah, ada apa ini, tumben pagi-pagi mampir ?” lanjut Galih.
“Gini Lih, insya Allah minggu ini aku mau berta’aruf dengan seorang gadis, aku mau kamu juga ikut.Kamu kan udah aku anggap saudara sendiri Lih. Bisa to?”
“Wah wah wah, berita bahagia ini, iya mas , insya Allah aku bisa. Semoga lancar dan barokah ya mas, ouh ya acaranya jam berapa?
“Sekitar jam 9 Lih. Yawdah, aku mau pamit dulu, harus segera ngajar soalnya.”
“Wah, kok buru-buru, gak sekalian sarapan dulu mas?”
“Wah lain kali aja Lih, makasih…” jawab Dhanu sambil beranjak dari tempat duduknya.
“Oke-oke, pak dosen…” Galih tersenyum sambil menjabat tangan Dhanu erat.
Selepas Dhanu pergi, Galih mulai bersiap menuju kantor. Sepanjang perjalanan, Galih mulai teringat akan kelanjutan masa depannya, sebenarnya tahun ini merupakan targetnya untuk segera menikah. “Yah, aku harus segera mengatakan isi hati ini kepada dia, aku tak ingin semuanya terlambat” gumaman hati Galih.
***
Setelah melaksanakan sholat isya, Galih masuk ke kamarnya. Dia memutuskan untuk menulis surat yang ditujukan kepada Gita, dia berharap ini akan menjadi awal yang baik.
Assalamualaikum,
Tulisan ini ku buka dengan Bismillah,
Karena memang hanya kekuatan dari-Nya lah aku mampu merangkai kata dalam surat ini.
Allah yang telah membawaku sampai sejauh ini, bertemu dengan banyak orang dan salah satunya engkau. Semenjak pertemuanku denganmu 4 tahun yang lalu,membuatku mengenalmu dan saat itu aku pun tak pernah tahu jika perasaanku akan berakhir seperti ini.Sesungguhnya hanya inilah inti dari semuanya,
Maukah kau membantuku?
Melengkapi agamaku,
dan mendampingiku melanjutkan jalan dakwah,
Aku tak tahu apa tanggapanmu tentang semua ini, tapi aku yakin Allah akan memberikan petujuk kepadamu untuk mengambil keputusan yang paling tepat.
Aku tunggu jawabannya 2 hari lagi. Waktu yang pendek untuk istikharah.
Wassalamualaikum,
Galih Al Maliki
Galih segera memasukka kertas yang telah selesai ia tulisi ke dalam amplop putih dengan bingkai berwarna merah biru, Galih berniat menitipkan surat ini kepada Aliya, teman Gita esok hari.
“ Oke deh mas, ntar insya Allah langsung aku sampein ke Gita ya.”
“ Makasih ya, Al”
“Oke mas, sama-sama.”
“Yawdah aku pamit dulu ya Al, Assalamualaikum” ucap Galih kepada gadis berjibab hijau di depannya.
***
“Lih, Dhanu sudah datang lo, ndang cepet keluar to!”
“Inggih bu, sebentar” jawab Galih dari dalam kamarnya. Semenit kemudian dia keluar dengan mengenakan hem berwarna merah anggur,dilengkapi jam tangan hitam di tangan kirinya dan menghampiri Dhanu yang tengah meneguk segelas teh anget yang di suguhkan ibu galih.
“Wah mas, afwan ya harus nunggu lama.”
“Walah, ndak kok, aku juga baru datang.” Ujar Dhanu sambil meletakkan gelas ke meja di depannya.
“Lho kita dari sini cuma berdua to?” Tanya Galih.
“Nggak Lih, abis ni kita jemput Pak Anton dan Pak Hadi dulu, beliau – beliau kan sebagai pelancarnya. Sebenarnya hari ini agendanya adalah mendengar jawaban dari si dia Lih, doain semoga dia bersedia ya…”
“Wah mas, insya Allah dia pasti mau jadi istrinya mas Dhanu, siapa sih yang mau nolak lamaran lelaki yang udah mapan, dan mubaligh seperti sampean to mas, ceweknya aja yang keterlaluan kalau masih nolak juga.” Jelas Galih panjang lebar.
“Kamu itu bisa saja Lih, terlalu melebih – lebihkan, makanya kau harus segera nyusul juga, ” balas Dhanu.
“Hahaha , itu gampang mas, tinggal tunggu waktu yang tepat aja.”
Setelah itu keduanya meluncur ke tempat pak Anton dan Pak Hadi berada. Seperempat jam kemudian Xenia hitam Dhanu telah terparkir di depan rumah berwarna coklat susu, seorang bapak berbaju batik keluar dari dalam rumah dan menyambut kedatangan mereka. Segeralah mereka dipersilakan masuk ke ruang tamu, ruangan berwarna putih tulang ini cukup luas ada sebuah lemari kaca berisi berbagi macam hadist tertata rapi berada di sudut, juga sebuah foto seorang pria, nampaknya itu adalah foto bapak yang menyambut Galih tadi ketika masih muda dan di sampingnya ada seorang wanita berjilbab putih yang sedang memangku gadis kecil, disamping kiri wanita itu berdiri seorang anak laki-laki berumur sekitar 10 tahun yang tengah tersenyum lebar,foto yang di cetak 20R itu di bingkai pigora berwarna hitam tergantung manis di dinding.
“Gimana kabarnya nak Dhanu? ” sapa bapak itu memulai pembicaraan.
“Alhmdulillah baik pak,” jawab Dhanu singkat. Nampak sekali kecemasan dan kegugupan dari wajahnya, sampai-sampai dia lupa menanyakan kabar calon mertuanya sendiri.
“Kelihatannya nak Dhanu ini sudah gak sabar mendengar jawaban dari putri pak Amir” sahut pak Anton sambil melirik ke arah Dhanu yang sejak tadi sibuk dengan pikirannya sendiri, yang menjadi objek hanya tersenyum kecut.
“Ya ya ya, saya mengerti, saya panggilkan dulu.” Lanjut pak Amir seraya bangkit dari tempat duduknya.
Semenit kemudian keluarlah dua orang wanita, yang pertama seorang wanita berumur sekitar 40 tahunan mengenakan gamis berwarna hijau tua, dan satu lagi seorang gadis berbaju hijau dengan corak semanggi disertai bawahan rok putih berenda. Namun ketika Galih melihat gadis itu, dia sangat terkejut, ternyata itu adalah Gita. Galih tak habis pikir, dia bingung kenapa Gita bisa ada disini, apa mungkin dia adik dari calon mas Dhanu, atau memang dia adalah calon istri mas Dhanu???
“Nah, ini dia Gita.” Ujar pak Amir.
Gita segera duduk di kursi samping ayahnya, yang tepat berhadapan dengan Galih. Gita pun tak kalah kagetnya, setelah menyadari Galih berada tepat di depannya dia hanya mampu menundukkan kepala. Kemunculan Galih membuatnya bimbang menerima lamaran dari Dhanu, tak dapat dipungkiri Gita sebenarnya telah menaruh hati kepada Galih sejak awal mereka bertemu. Selama 4 tahun juga, dia berusaha memendamnya berharap Galih juga mempunyai perasaan yang sama. Namun, sebulan yang lalu Gita mulai melepas harapannya, nampaknya dia sudah mulai lelah berharap pada yang tak kunjung ada kepastiannya.
“Nah, langsung saja masuk ke dalam inti pertemuan pagi ini ya.” Pak Amir mulai membuka pembicaraan.
“Mengenai pernyataan nak Dhanu beberapa waktu yang lalu,Alhamdulillah jawaban dari putri saya Gita menerima lamaran nak Dhanu.”
Seluruh isi ruangan pun mengucap syukur, termasuk Galih, walaupun sebenarnya dia sendiri tak tahu, apakah ia benar-benar ikhlas mengucapkannya atau tidak. Yang pasti, saat ini dia merasakan kecewa yang luar biasa, hatinya yang mulai merekah tiba-tiba layu begitu saja. Dia hanya mampu terdiam, ingin rasanya segera keluar dari rungan ini karena semakin lama dia merasa dadanya terasa sesak. Menyaksikan gadis yang ia pinta kepada Tuhan tengan menerima pinangan sahabatnya sendiri.
“Alhamdulillah” ucap syukur Dhanu yang menghilangkan segala kegundahan hatinya. “Mmm, pak seperti yang pernah saya utarakan sebelumnya, jika dik Gita menerima lamaran saya, maka saya berharap pernikahan segera dilaksanakan, karena bulan depan saya harus segera berangkat ke Malaysia untuk melnjutkan pendidikan S2, dan saya ingin dik Gita turut menemani saya.” Lanjut Dhanu panjang lebar.
“Mengenai hal itu, kami sekeluarga telah memusyawarahkan, dan kami setuju. Lalu menurut nak Dhanu kapan waktu yang paling tepat?” jawab pak Amir.
“Bagaimana kalau bulan depan, Pak? Karena seminggu setelahnya saya harus telah memulai kuliah di Malaysia.”
“Wah sebenarnya bapak setuju saja, tapi gimana menurutmu, Nduk?” Tanya pak Amir pada putri bungsunya.
“Gita terserah ayah saja, yang terbaik menurut ayah.” Ucap Gita tetap dengan tertunduk.
“Alhamdulillah semoga lancar dan barokah.” Nah Dhanu sudah dapat calonnya, lha kamu kapan,Lih? Ucap pak Anton di selingi senyum.
“Kalau saya, belum dapat targetnya pak. Insya Allah segera menyusul.” Jawab Galih singkat disertai sesungging senyum paksaan di bibirnya.
***
Seusai pertemuan yang membahas masa depannya Gita segera mengurung diri di kamarnya. Hatinya tak karuan, dirinya telah menerima lamaran Dhanu, namun hatinya masih saja terikat oleh bayangan Galih. “Ya Allah tolonglah hamba-Mu ini, jangan biarkan terus seperti ini.” Ucapnya lirih. Akhirnya Gita teringat dengan surat yang diberikan Alya kemarin, dia segera mengobrak-abrik isi tasnya, di temukannya sepucuk surat yang tampilan depannya bertuliskan “untuk: Devrina Gita Rachma”.Seperti tulisan mas Galih, pikirnya.
Dengan tak sabar Gita mengeluarkan kertas dari dalam amplop putih itu, sesaat kemudian air matanya mulai mengalir. Hatinya serasa tercabik membaca kata demi kata yang ditulis Galih untuknya. Penyesalan, kekecewaan, kesedihan, dan kepasrahan bertumpuk membuat kepalanya terasa pening, “Kenapa harus sepert ini Ya Allah” keluhnya dengan air mata terus bercucuran membasahi pipinya.
***
Setibanya di rumah, Galih segera menunaikan sholat dhuhur, setelah itu dia membaringkan badannya diatas kasur, mencoba memejamkan mata berharap kepenatannya akan berkurang. Nyatanya malah kejadian di rumah Gita berputar kembali di batok kepalanya, suatu kejadian yang tak pernah dia duga. “Astaghfirulloh, jangan jadikan ini semua mengikis rasa cinta dan kepercayaanku pada-Mu Ya Rabb.”
“Kring…kring…kring” Nampak nama Gita di layar HP nya, Galih sempat ragu mengangkatnya.
“Hallo Assalamualaikum,,”
“Wa’alaikumsalam. Mas galih sibuk? Tanya Gita dengan suara lirih.
“Wah, ndak kok Git, ada apa?” Galih mencoba mengatur suaranya seperti tak pernah terjadi apa-apa.
………………………………
Hening…
“Mmmm, andaikan Gita buka surat dari mas Galih semenit saja sebelum mas Dhanu datang,mungkin semuanya akan berbeda.”suaranya terdengar parau, menunjukkan pertahanannya menahan tangis akan segera jebol.
Galih terdiam sesaat mendengar kata-kata gadis yang mengganggu hatinya beberapa bulan ini, dia tak tahu harus berkata apa. Beberapa waktu hanya terdengar isak tangis Gita, andaikan dia tahu Galih juga merasakan apa yang ia rasakan, hatinya lebih teriris menerima takdir ini.
“Semuanya, sudah ketentuan dari Allah. Kita hanya manusia biasa hanya mampu berencana,tapi Allah yang menentukan segalanya. Tak perlu lagi kita menyesai apa yang telah terjadi, ini semua telah tertulis bertahun-tahun sebelum kita tercipta.” Akhirnya Galih buka suara.
“Maafkan Gita mas, kenapa harus berakhir seperti ini? Apa Allah…
“Sssttt.. jangan pernah berburuk sangka pada Allah, yakinlah ini semua pasti ada hikmahnya.Mas Dhanu lelaki yang baik, berusahalah menjadi istri yang sholihah untuk dia. Mas Galih yakin Gita sekarang jauh lebih dewasa, dan pasti bisa menerima ini dengan lebih bijak.” Hatinya terasa berat mengatakan ini. “Kuatkan hatimu untuk menerima ini, rencana Allahlah yang paling terbaik bagi kita.”lanjutnya.
Seusai sambungan telepon terputus, Gita tertidur dengan air mata yang masih tersisa di pelupuk matanya. Dia memilih pergi ke alam mimpi, karena hanya dengan tidur beban yang membuatnya lelah dapat sejenak menghilang. Di sisi lain, Galih hanya mampu menahan luka dan air mata di relung kalbunya, dia hanya ingin membaginya dengan Sang Khalik, bahkan dengan angin yang sedang berhembus menerpa wajah tampannya pun tidak, bibirnya terkunci rapat mencoba menguatkan pilar-pilar hatinya yang runtuh karena Gita.
***
“Assalamualaikum, Mas. Hari ini Gita akan pergi mengikuti mas Dhanu ke Malaysia. Doakan Gita agar bisa menjadi istri yang baik. Semoga Mas Galih segera mendapat seorang wanita yang sholihah, yang kelak menjadi ibu dari anak-anak, Mas. Wassalamualaikum.”
Galih membaca sms dari Gita dengan sesungging senyum di bibirnya, pernikahan mas Dhanu dan Gita berlangsung 3 minggu setelah Gita menyatakan kesediaannya.Galih sengaja tak menghadiri pernikahan mereka, dia tak ingin mengusik hati Gita dengan kedatangannya. Walaupun setelah itu Dhanu sempat mengintrogasinya atas ketidakhadirannya, tapi Galih hanya beralasan ada pekerjaan ke luar kota yang tak mungkin di tinggalkannya pada Dhanu. Galih segera mengetik balasan dari sms Gita,
“Wa’alaikumsalam. Amien Ya Rabb. Semoga berhasil menunaikan tugas sebagai istri dan ibu yang sholihah, Nyonya Dhanu. ”
Galih pun melanjutkan pekerjaannya yang tertunda, dia tak ingin tenggelam lagi dalam kesedihan. Dia yakin Allah tidak pernah menganiaya kepada hamba-Nya. Gita hanya secuil bagian dari hidupnya, dan masa depan masih terus menanti kedatangannya. “Walatayasu Mirrouhillah, dan janganlah kamu berputus asa dari rohmat Allah.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Bluehost