Selasa, 10 Juli 2012

Ibu Dan Anak Tertidur Saat Sa'i

oke sahabat pengetahuan21..
nii sangat bermanfaat :)


Kisah tentang ibadah haji adalah sebuah gambaran tentang keagungan dan kesucian. Keagungan karena di sana kita melihat bagaimana agungnya Masjidil Haram dan kebesaran Ka’bah, kiblat yang selama ini kita berhadap saat shalat wajib atau sunnah. Sedangkan kesuciannya karena Tanah Haram adalah wilayah yang sangat sakral. Apa yang terbersit dalam pikiran dan benak kita, baik positif maupun negatif, kerapkali langsung berwujud menjadi kenyataan. Bahkan, perbuatan kita saat sebelum berangkat ibadah haji, akan menjelma menjadi nyata di Tanah Haram. Maka, banyak orang yang sangat berhati-hati saat melaksanakan ibadah haji.
“ Ketika Anda berjalan cepat, mungkinkah jika Anda tertidur? Rasanya agak sulit, tapi inilah yang terjadi pada dua perempuan saat melakukan sa’i.

Namun, ada saja orang yang lalai ketika sudah sampai di sana. Bisa jadi, hal ini terkait dengan perbuatan dia sebelumnya saat masih di Tanah Air, ataukah dia memiliki pikiran buruk atau tidak baik saat di sana. Kisah berikut ini memang agak unik. Bagaimana tidak, dua orang perempuan (ibu dan anak) bisa tertidur saat melakukan ibadah sa’i. Padahal, kita tahu sendiri, bahwa ibadah sa’i merupakan ibadah yang dilakukan dengan berlari-lari kecil atau jalan cepat, tapi kenapa masih sempat tertidur. Begini kisah lengkapnya!

Sebut saja namanya Mak Jamroh dan Ibu Saodah (keduanya nama samaran). Mereka adalah pasangan ibu dan anak yang tinggal di Bogor, Jawa Barat. Mereka berangkat ibadah haji belum lama, yakni tahun 2009. Mereka bisa berangkat ibadah haji karena hasil menjual tanah. Nenek ini memang terkenal memiliki lahan yang sangat luas, beribu-ribu hektar, sehingga anak cucunya bisa hidup dengan menjual tanah ini.

Setelah menjual tanah, Mak Jamroh pun mengajak anaknya untuk berangkat ibadah haji. Mereka mendaftar tahun 2008 dan baru bisa berangkat tahun 2009. Sebuah penantian yang tidak panjang sebenarnya. Maka, keadaan ini pun disambut positif oleh keluarga Mak Jamroh dan anaknya, Saodah. Pada waktunya, seminggu sebelum hari H, Mak Jamroh mengadakan walimah al-safar, yaitu mengadakan pengajian selama seminggu penuh.

Setelah itu, mereka pun berangkat. Keluarga besarnya mengiringi kepergian mereka. Di usianya yang sudah berkepala enam (65 tahun), Mak Jamroh akhirnya bisa berangkat juga ke Tanah Suci, itu pun karena desakan sanak familinya. Selama ini, jika ia menjual tanah selalu dipakai untuk kehidupan sehari-hari, tak pernah digunakan untuk kepentingan ibadah.

Selama melaksanakan ibadah haji, segala ritualnya berhasil ia tunaikan. Namun, hal aneh kemudian terjadi saat mereka melakukan ibadah sa’i. Ketika mereka melewati Bathnul Waadi, yaitu kawasan yang terletak di antara Bukit Shafa dan Marwah (saat ini ditandai dengan lampu neon berwarna hijau), tiba-tiba mereka terkantuk (tertidur) tanpa disadari oleh mereka. Sementara orang lalu-lalang di depan mereka dan seperti membiarkan mereka karena memiliki kesibukan masing-masing. Mereka baru sadar setelah petugas keamanan di sana membangunkan mereka dan mengantarkan mereka pulang ke pemondokan. Mereka seperti linglung saat dibangunkan. “Apa yang sebenarnya terjadi dengan kami?” tanya salah seorang dari mereka.

Merasa ibadah sa’inya gagal, mereka pun kemudian mengulanginya kembali dan akhirnya berhasil. Itu pun mereka lakukan setelah mereka bertaubat sebelumnya kepada Allah atas apa yang mereka perbuat selama ini.

Apa yang dialami oleh ibu dan anak tersebut benar-benar sebuah peristiwa yang agak ganjil. Bagaimana tidak? Ketika sa’i, sebenarnya mereka akan melakukan perjalanan yang cepat. Sekantuk apapun, jika kondisi kita dalam keadaan berlari atau jalan cepat, apalagi di kanan kiri kita ada lautan manusia, maka rasa kantuk pasti bisa diatasi, apalagi sampai tertidur. Tapi, rupanya, mereka tak tahan mengusir kantuknya sehingga tanpa disadari mereka pun tertidur saat sa’i tersebut.

Hal-hal ganjil seperti itu sebenarnya tidak perlu kita risaukan karena memang begitulah yang terjadi di Masjidil Haram. Hal-hal yang sifatnya irasional terkadang bisa terjadi, seperti ada jamaah haji yang tidak bisa melihat Ka’bah, bahkan sampai berkali-kali padahal Ka’bah sudah di depan matanya. Ada pula jamaah haji yang terantuk atap pintu padahal tubuhnya pendek dibandingkan tinggi pintu itu sendiri. Bahkan ada jamaah haji yang sandalnya hilang saat shalat di Masjidil Haram hanya karena punya pikiran iseng untuk menyembunyikan sandal sahabatnya dan sebagainya. Yang jelas, peristiwa ganjil di Masjidil Haram selalu terkait dengan pikiran buruk kita saat ibadah haji atau perbuatan kita sebelumnya saat masih di Tanah Air.

Lalu, apa yang Mak Jamroh dan Saodah perbuat sebenarnya sehingga saat sa’i keduanya bisa tertidur?

Mak Jamroh, meski kaya dengan tanahnya yang luas, dia adalah seorang pedagang pakaian keliling. Karena suaminya sudah meninggal dunia, Mak Jamroh praktis menghidupi dirinya sendiri. Pakaian yang dijualnya bisa cash atau kredit. Untungnya tidak seberapa, tapi Mak Jamroh menikmati profesinya itu, meski kadang dilakukannya dengan tidak serius karena usianya yang sudah renta.

Sedangkan anaknya, Saodah, adalah seorang pedagang kecil-kecilan, yakni membuka warung sembako di depan rumahnya. Sebagian besar pelanggannya adalah orang-orang sekampung, para pejalan kaki dan pengendara motor atau mobil serta para TKW yang memang tempat penampungannya berada di depan warung.

Tidak ada yang salah dengan profesi mereka. Tapi, menurut pengakuan Saodah sendiri, dia dan ibunya kerapkali tertidur saat mengikuti pengajian yang diadakan oleh ibu-ibu pengajian di kampung. Mungkin karena capeknya dengan profesi mereka yang harus bangun pagi-pagi, sehingga ketika mengikuti pengajian di kampung, mereka kerapkali tertidur dan tidak mendengarkan ustadz atau ustadzah saat berceramah atau memberikan nasehat agamanya.

Lebih lanjut, Saodah menuturkan bahwa sebelum berangkat ibadah haji, ibadah shalat mereka sebenarnya bolong-bolong–meski kerapkali mengikuti pengajian Minggu Pagi di kampungnya. Bahkan, beberapa tahun sebelumnya, dia dan ibunya nyaris tidak pernah shalat.

Maklum, Mak Jamroh dan Saodah terdidik dalam lingkungan keluarga yang kurang agamis. Bahkan, Ibu Mak Jamroh hingga akhir hayatnya belum merasakan sama sekali shalat –apalagi baca al-Qur’an. Mereka seperti teralienasi untuk urusan agama. Di kampungnya sendiri, yang namanya seorang ustadz atau ustadzah sangat langka. Ketika mereka mengadakan pengajian pun, rata-rata mengambil ustadz atau ustadzah dari luar kampung. Bahkan, ustadz atau ustadzah mereka sendiri sebenarnya belum layak dipanggil demikian karena bacaan al-Qur’annya yang kurang tartil dan tak pernah punya latar belakang pendidikan pesantren. Hanya saja, kebetulan, mereka bisa baca al-Qur’an dan bisa sedikit ceramah agama.

Dengan lingkungan sosial seperti itu, maka pantas jika keluarga Mak Jamroh dan Saodah tumbuh dalam keluarga yang kurang agamis. “Tanyakan saja ke saya, apakah saya bisa baca al-Qur’an?” tantang Saodah kepada Hidayah. Dia pun menjawab sendiri bahwa dia sama sekali tidak bisa membaca al-Qur’an.

Satu hal lagi, kata Saodah, bahwa sesaat sebelum melakukan sa’i tersebut terbersit dalam pikiran mereka “rasa malas”. Meski tak diucapkan dalam bibir mereka, rupanya bisikan hati mereka akhirnya mewujud. Allah Maha Mendengar. Ketika mereka sa’i, rasa malas itu berbuah menjadi rasa kantuk yang sangat dalam sehingga tanpa mereka sadari bahwa mereka tertidur di Bathnul Waadi. Karena itu, hendaklah kita selalu ikhlas dalam melakukan ritual-ritual ibadah haji, sehingga ibadah haji kita diterima Allah swt (haji mabrur).

Namun, satu hal yang pasti, bahwa pengalaman ibadah haji tersebut benar-benar menjadi pelajaran yang sangat berharga buat dirinya dan ibunya. Selain itu, penting untuk mengetahui lebih mendalam tentang informasi ritual ibadah haji dan amalan-amalan yang mesti dilakukan, agar kita tidak tersesat saat beribadah haji. Saodah dan ibunya menyadari bahwa kebodohan mereka akan selak-beluk ibadah haji ternyata membuat mereka merasakan hal yang aneh saat sa’i.

Demikian pengalaman kisah haji yang terjadi kepada ibu dan anak dari Bogor ini. Semoga ada iktibar (pelajaran) yang bisa kita petik dari kisah ini! Aamiin.

Don't forget Follow me on Twitter Ajiez

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Bluehost