Selasa, 10 Juli 2012

Kisah Kaki Tersayat Di Muka Ka'bah

oke sahabat pengetahuan21..
nii sangat bermanfaat :)


Tanah suci sebagai tempat mulia dan arena pembersihan jiwa bagi siapa saja yang menunaikan ibadah memang sudah masyhur adanya. Banyak kisah para jamaah haji yang mendapati pengalaman spiritual yang begitu membekas di hati mereka. Pengalaman itu jugalah yang menimpa seorang anggota polisi aktif. Sebut saja ia Heru, yang mendapat kesempatan menunaikan ibadah haji sekitar 12 tahun lalu.

Heru adalah polisi yang rutin berpatroli di jalan raya ibukota. Sebagai petugas Polantas [polisi lalu lintas], ia kerap menilang dan menertibkan pengendara kendaraan bermotor yang melanggar peraturan. Rutinitas itu ia jalani setiap harinya dengan semangat. Yang unik dari Heru adalah ia ternyata memiliki cita-cita naik haji. Dan hal ini tak hanya niat belaka, tapi sekuat tenaga berusaha diwujudkannya. Sekalipun bergaji standar PNS, ia selalu mewajibkan dirinya untuk menabung setiap bulannya. Tabungan itulah yang ia harapkan kelak akan dapat menyukupi biaya naik hajinya.
“ Saat kakinya tersayat tanpa tahu apa penyebabnya, laki-laki itu terduduk pasrah. Matanya menerawang, merenungi perbuatan-perbuatannya terdahulu.

Seperti falsafah yang berbunyi “dikit-dikit nanti jadi bukit”, uang Heru akhirnya menyukupi untuk biaya naik haji. Uang yang memang ia simpan dalam bentuk tabungan haji itu membuatnya terdaftar sebagai salah satu jamaah haji Indonesia yang akan terbang ke Arab Saudi bersama ratusan ribu jamaah haji lainnya.

Saat kepastian berangkat diterima Heru, terlihat sekali ia sangat gembira. Walau uang tabungannya hanya cukup buat membiayai dirinya seorang ke tanah suci, tanpa istrinya. Tapi Heru terlihat cukup bersyukur, apalagi saat itu banya temannya sesama polisi yang masih jarang menunaikan ibadah haji. Karena itulah kesempatan emas itu membuatnya sangat gembira.

Maka sebagaimana biasa, Heru menggelar walimatussafar di rumahnya dengan mengundang ustadz dan para tetangga. Para tetangga tampak senang karena ada salah seorang warga di lingkungan mereka yang naik haji. Terlebih ia adalah Heru yang cukup dikenal oleh mereka.

Demikianlah. Heru berangkat dengan keyakinan penuh. Semua kelengkapan haji dan manasik sebagian besar sudah ia kuasai. Warga pun melepasnya dengan doa. Saat di tanah suci itulah Heru mengalami pengalaman spiritual yang membekas di dalam di hatinya. Kisah itu, ia ceritakan kepada seorang ustadz muda di lingkungannya. Ustadz muda itulah yang kemudian mengisahkan kembali kisahnya kepada Hidayah agar diambil pelajaran. Berikut penuturannya.


Selalu Kehilangan Sandal

Kejadian unik pertama yang merepotkan Heru adalah saat ia kehilangan sandal, baik saat di Mekkah maupun Madinah. Ada-ada saja tempat ia kehilangan sandal. Dari penginapan, masjid, WC umum dan banyak lagi yang lainnya.

“Menurut pengakuan Heru kepada saya, ia kehilangan sandal lebih kurang 30 kali selama menunaikan ibadah haji. Karena itu pula ia sampai bolak-balik ke toko sandal untuk mengganti sandalnya yang hilang itu,” ujar Ustadz Rusli, narasumber Hidayah.

Kejadian sandal hilang berulang-ulang ini sebenarnya membuat Heru menjadi waspada dan lebih berhati-hati. Tak seperti perkiraannya, sekalipun di tanah suci, masih saja ada orang yang iseng mencuri sandal. Sekali dua kehilangan ia menjadi hati-hati dengan selalu meletakkan sandalnya di tempat yang menurutnya aman. Tapi ternyata tetap saja hilang.

Heru tentu saja tak habis pikir dibuatnya. Padahal, ia lihat teman-temannya yang lain tak mengalami peristiwa sepertinya. Kalau satu-dua kali kehilangan sandal barangkali itu wajar saja, karena dalam jamaah yang begitu banyak sangatlah terbuka kemungkinan sandal saling tertukar dan sebagainya. Tapi kalau sampai 30 kali, tentulah ada yang tak beres.

Kejadian itu membuat Heru merenung; apa sebenarnya yang ingin diisyaratkan Allah swt kepadanya dengan kejadian itu? Apakah ada yang salah dengan langkah dan niatnya dalam menunaikan ibadah haji ini? Heru hanya bisa bertanya-tanya tanpa tahu jawabannya. Ia juga tak habis pikir kenapa mesti sandal dan bukan barangnya yang lain, atau uangnya yang hilang?


Kaki Tersayat

Di sela-sela kejadian itu Heru tetap teguh menunaikan rukun haji. Tak hanya mengerjakan yang wajib, ia juga menunaikan ibadah sunnah yang sering dilakukan jamaah di sana, seperti shalat dan thawaf di Ka’bah.

Suatu ketika, Heru menunaikah thawaf. Ia mengumandangkan kalimat talbiyah bersama jutaan jamaah lain dari penjuru dunia. “Labbaik allahuma labbaik,’ aku datang memenuhi seruan-Mu, ya Allah, aku datang….”

Lantai Masjidil Haram tampak sejuk di kaki Heru. Ya, lantai itu sudah diinjak oleh berpuluh bahkan beratus juta jamaah haji sejak dahulu kala. Lantai itu merekam keshalehan dan niat baik manusia yang ingin dekat dengan Tuhannya. Heru kini menjejak lantai masjid suci itu mengelilingi satu bangunan suci yang menjadi pemersatu umat Islam dunia dari segala zaman, yakni Ka’bah.

Sedang asyik dan khusyuk melangkahkan kaki mengelilingi Ka’bah, tiba-tiba Heru merasakan nyeri luar biasa di kakinya. Ia berteriak tertahan. Rasa sakit itu seperti menyengat dan membuatnya langsung terpincang-pincang dan tak mampu lagi berdiri dengan benar. Heru begitu terkejut karena merasakan ada cairan lengket dari telapak kakinya. Rupanya kakinya sudah berlumuran darah yang mengalir dan membasahi lantai Masjidil Haram di dekat Ka’bah.

Kakinya yang semula sehat dan baik-baik saja itu rupanya kini sudah terluka dengan luka sayatan. Bentuknnya memanjang seperti membelah telapak kakinya menjadi dua. Luka sayatan itu mirip dengan luka sayatan pisau yang tajam. Heru terduduk pucat, tak mengerti apa yang menimpanya itu. Sungguh tak mungkin ada pisau atau silet tergeletak di lantai masjid yang kemudian ia injak hingga membuat kakinya tersayat demikian rupa. Juga tak ada batu kerikil tajam atau pecahan kaca yang menancap di kakinya. Lagipula sungguh tak mungkin benda-benda itu ada di lantai masjid yang selalu dijaga dan dirawat dengan sangat baik itu.

Dengan nanar, Heru menatap lelehan darahnya di lantai. Ia beringsut lemas tak mengerti kenapa itu semua terjadi. Orang-orang yang ada di sekitarnya juga seperti tak terlalu memperhatikannya, mereka tetap berjalan memutar menunaikan thawaf.

Heru menarik dalam-dalam nafasnya. Dalam kebingungan dan kepanikannya, ia berujar pelan menyebut nama Allah. “Saya pasrah, ya Allah, saya pasrah atas apa yang Engkau timpakan padaku, aku berserah diri kepada-Mu,” ujar Heru lirih sambil menahan sakit.

Saat itulah, tiba-tiba, ada seorang kakek yang menghampirinya. Kakek itu memperhatikan luka Heru yang kini sudah terduduk lemas. Sesaat kemudian, kakek itu menyerahkan sebuah botol air kepadanya.

“Ini air zam-zam. Usaplah luka di kakimu ini dengan air ini, insya Allah, Allah akan memberi kesembuhan,” ujar kakek itu pelan.

Heru kemudian menerima botol tersebut. Dengan air yang ada di dalamnya Heru mengusap luka di telapak kakinya. Rasa sejuk hadir saat air tersebut menyentuh lukanya. Heru kemudian kembali membasuh luka tersebut sambil mengurut-urut telapak kakinya itu. Perlahan rasa sakitnya mereda, bahkan sesaat kemudian luka sayatan itu seperti merapat dan darah tak lagi mengalir dari luka itu. Sejurus kemudian, kaki Heru seperti sembuh total. Dan darah yang tadi berceceran di lantai tak tampak lagi seperti hilang entah kemana.

Dengan luapan gembira, Heru mengucap tahmid berulang kali. Sungguh kejadian itu seperti merasuk dalam dirinya. Ia tak mengerti, tapi nyata dan menyentuh kalbunya untuk lebih dekat menyebut nama Allah. Saat itulah Heru tersadar akan kakek yang tadi menolongnya dan menyerahkan botol air zam-zam untuk mengobati lukanya. Tapi kakek itu ternyata sudah tak ada lagi di hadapannya.


Pernah Menginjak-injak Orang

“Kisah itulah yang diceritakan Heru kepada saya sambil bercucuran air mata sepulang ia menunaikan ibadah haji,” ujar Rusli kepada Hidayah.

Menurut Rusli, sampai saat Heru kembali ke tanah air ia masih tak mengerti akan kejadian yang menimpanya itu. Yang dirasakan Heru adalah bahwa Allah tengah memperingatinya untuk bertaubat.

“Tapi Heru mengakui pernah satu kali menginjak-injak seorang pengendara sepeda motor yang melanggar lampu merah saat bertugas. Pengendara itu ternyata tak terima dan malah marah-marah, membuat Heru naik pitam dan menendang berkali-kali pengendara yang nampaknya adalah preman itu,” ujar Rusli.

Kejadian itulah yang dirasa Heru terkait dengan kejadian saat ia thawaf tersebut. Heru kemudian berikrar untuk bertaubat dan tak mau lagi mengulanginya di lain waktu. Memang, menzhalimi orang merupakan perkara besar karena sulit mendapat ampunan Allah, tanpa kita terlebih dahulu memohonkan maaf kepada yang bersangkutan.

Demikianlah. Pengalama Heru itu menjadi guru berharga dalam kehidupannya sekarang. Ia yang sebelumnya tampak temperamental, kini tampak lebih tenang dan tak suka marah-marah lagi. Ia juga makin rajin menunaikan ibadah dan terlibat dalam kegiatan keagamaan di lingkungannya. Semoga kita bisa mendapat hikmah.

Don't forget Follow me on Twitter Ajiez

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Bluehost