oke sahabat pengetahuan21..
semoga inii bermanfaat :)
Wanita yang sedang hamil memang termasuk kalangan yang diberi rukhsah (keringanan) untuk tidak menjalankan puasa. Baik karena mengkhawatirkan dirinya sendiri, atau pun karena mengkhawatirkan bayi yang sedang dikandungnya.
Dalil yang memperbolehkan tidak puasa bagi wanita hamil atau menyusui diqiyaskan dengan orang yang sedang sakit dan musafir (orang yang dalam perjalanan).
Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, maka (dibolehkan berbuka dengan mengganti puasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. (QS. Al-Baqarah: 184)
Juga berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwasanya Allah memperbolehkan kepada musafir untuk tidak berpuasa, qashar dan jamak sholat. Begitu juga bagi orang yang sedang hamil dan menyusui, diperbolehkan tidak berpuasa (H.R. Ahmad dan Ashab al-Sunan dari Anas bin Malik).
Justru sebaiknya wanita hamil atau menyusui tidak berpuasa apabila puasa tersebut mengakibatkan terganggunya kesehatan ibu yang sedang hamil dan janin yang dikandungnya.
Tidak berpuasa karenahamil dan menyusui adalah alasan yangmaqbul (bisa diterima) oleh syariah dan memang diakui oleh para ulama. Sehingga bukan suatu dosa bila seorang ibu yang sedang hamil tidak berpuasa.
Dan tidak berpuasanya orang yang mendapat rukhsah tentu tidak ada kaitannya dengan ibadah lainnya. Ibadah lainnya tidak lantas terhalangi hanya lantaran diriya tidak puasa.
Bahkan ketika seseorang tidak berpuasa tanpa udzur syar'i sekalipun, ibadah lainnya tetap saja tidak terlarang untuk dikerjakan. Meski pun dia berdosa besar karena tidak mengerjakan salah satu rukun Islam. Namun dosanya itu tidak lantas menghalangi dirinya untuk melakukan ibadah yang lain.
Karena tiap ibadah itu sudah ada daftar syarat sah-nya tersendiri. Misalnya, agar shalat tarawih itu bisa dianggap sah, syaratnya seseorang harus muslim, aqil, baligh, suci dari hadats kecil dan besar. Sedangkan ketentuan bahwa seseorang harus mengerjakan pekerjaan wajib sebagai syarat syah-nya pekerjaan sunnah, sama sekali tidak ada kaitannya. Sebab masing-masing berdiri sendiri-sendiri. Tidak saling mempengaruhi dan juga tidak saling menghalangi.
Dalilnya adalah ayat yang sudah seringkali kita ulang-ulang:
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُوَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Dan siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar zarrah, Allah akan melihatnya. Siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah, Allah pun aka melihatnya. (QS. Az-Zalzalah: 7-8)
0 komentar:
Posting Komentar