PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Umat Islam di Filipina adalah salah satu contoh muslim minoritas dinegaranya. Hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan masyarakat muslim di wilayah tersebut pada awal mula kedatangan Islam. Apa yang menjadi latar belakang sehingga mayoritas muslim abad 15-17 berubah menjadi minoritas padaabad ke-18 hingga sekarang inilah yang akan dibahas dalam makalah ini.
Pembahasan akan dimulai dari sejarah masuknya Islam ke wilayah iniserta proses Islamisasi yang ada. Masa kolonial yang kemudian di hadapi oleh bangsa ini akan menjadi pembahasan berikutnya, sekaligus dampak yang terjadi terhadap perkembangan Islam di Negara tersebut. Sebagaimana diketahui, Filipina menghadapi dua kali masa penjajahan, yaitu oleh Spanyol dan Amerika.
Begitu juga akan menjadi salah satu sub pembahasan dalam makalah ini, perkembangan Islam di Filipina pasca kemerdekaan. Berbagai perjuangan bangsa Moro dalam memperjuangkan hidupnya sebagai bangsa minoritas akan dibahassatu per satu meskipun tidak dapat dijelaskan secara panjang lebar.
Dengan pembahasan sebagaimana tersebut di atas, diharapkan dapatdiperoleh sebuah pengetahuan mengenai sejarah Islam di Filipina berikut latar belakang dan perkembangannya sejak awal masuknya Islam di Filipina hinggasekarang, dimana bangsa Moro (sebutan untuk umat Islam Filipina) hanyamenjadi kaum minoritas di negerinya sendiri.
B. Rumusan masalah
1. Sejarah masuknya islam di filipina
2. Perkembangan islam di filipina
3. Perjuangan bangsa Moro di Filipina
4. Jidah bangsa moro
5. Gerakan Moro dengan golongan-golongan nya
\
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah masuknya Islam di Filipina
Dalam bukunya yang berjudul Islam Sebagai Kekuatan International, Dr. Hamid mencantumkan bahwa Islam di Philipina merupakan salah satu kelompok ninoritas diantara negara negara yang lain. Dari statistik demografi pada tahun 1977, Masyarakat Philipina berjumlah 44. 300.000 jiwa. Sedangkan jumlah masyarakat Muslim 2.348.000 jiwa. Dengan prosentase 5,3% dengan unsur dominan komunitas Mindanao dan mogondinao.[1]
Hal itu pastinya tidak lepas dari sejarah latar belakang Islam di negeri philipina. Bahkan lebih dari itu, bukan hanya penjajahan saja, akan tetapi konflik internal yang masih berlanjut sampai saat ini.
Sejarah masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat). Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan. Atas hasil kerja kerasnya juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao memeluk Islam.
Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis. Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan peraturan hukum yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-Thullab. Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa di propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao. Setelah itu, Islam disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai lainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja. Menurut ahli sejarah kata Manila (ibukota Filipina sekarang) berasal dari kata Amanullah (negeri Allah yang aman). Pendapat ini bisa jadi benar, mengingat kalimat tersebut banyak digunakan oleh masyarakat sub-kontinen.[2]
Para ahli sejarah menemukan bukti abad ke-16 dan abad ke-17 dari sumber-sumber Spanyol tentang keyakinan agama penduduk Asia Tenggara termasuk Luzon, yang merupakan bagian dari Negara Filipina saat ini, sebelum kedatangan Islam. Sumber-sumber tersebut memberikan penjelasan bahwa sistem keyakinan agama yang sangat dominan ketika Islam datang pada abad ke-14 sarat dengan berbagai upacara pemujaan untuk orang yang sudah meninggal. Hal ini jelas sekali tidak sejalan dengan ajaran Islam yang menentang keras penyembahan berhala dan politeisme. Namun tampaknya Islam dapat memperlihatkan kepadamereka bahwa agama ini memiliki cara tersendiri yang menjamin arwah orang yang meninggal dunia berada dalam keadaan tenang, yang ternyata dapat mereka terima
Di sisi lain, tidak dapat di ragukan lagi bahwa skala perdagangan Asia Tenggara mulai melesat sangat pesat pada penghujung abad ke-14. Hasil dari perdagangan ini,kota-kota berkembang dengan kecepatan sangat mencengangkan termasuk sepanjang wilayah pesisir Kepulauan Filipina. Para pedagang dari berbagai negeri bertemu dan menimbulkan adanya pertukaran baik di bidang ilmu pengetahuan maupun agama. Di antara semua agama besar di dunia, Islam barangkali yang paling serasi dengan dunia perdagangan. Al-Qur’an maupun Al-Hadits sebagai sumber tertinggi dalam agama islam banyak memuji kepada pedagang yang dapat dipercaya.
Hal ini mengakibatkan orang yang cenderung bergerak dalam dunia perniagaan pasti terpikat dengan ajaran Islam. Dari sini, Islam terus memperluas pengaruhnya secara cultural yaitu dengan melalui perkawinan antar etnis hinggaakhirnya melalui system politik. Jalur yang terakhir ini (politik) terjadi ketikaIslam telah dipeluk oleh para penguasa khususnya para raja.[3]
Secara umum, gambaran Islam masuk di Philiphina melalui beberapa fase, dari penjajahan sampai masa modern.
a. Masa kolonial spanyol
Kedatangn orang-orang Spanyol ke Filipina pada tahun 1521 M, selainuntuk menjajah juga bertujuan untuk menyebarkan agama Kristen. Dengankekerasan, persuasi atau menundukkan secara halus dengan hadiah-hadiah, orang-orang Spanyol dapat memperluas kedaulatannya hampir ke seluruh wilayah Filipina. Namun, ketika Spanyol menaklukan wilayah utara Filipina dengan mudah dan tanpa perlawanan berarti, tidak demikian halnya dengan wilayah selatan. Tentara kolonial Spanyol harus bertempur mati-matian melawankesultanan Islam di wilayah selatan Filipina, yakni Sulu, Manguindanau dan Buayan. Rentetan peperangan yang panjang antara Islam dan Spanyol hasilnya tidak nampak kecuali bertambahnya ketegangan antara orang Kristen dan orang Islam Filipina.[4]
Selama masa kolonial, Spanyol menerapkan politik devide and rule (pecah belah dan kuasai) serta mision-sacre (misi suci Kristenisasi) terhadap orang-orang Islam. Bahkan orang-orang Islam di-stigmatisasi (julukan terhadap hal-hal yang buruk) sebagai "Moor" (Moro). Artinya orang yang buta huruf, jahat, tidak bertuhan dan huramentados (tukang bunuh). Sejak saat itu julukan Moro melekat pada orang-orang Islam yang mendiami kawasan Filipina Selatan tersebut. Tahun1578 M terjadi perang besar yang melibatkan orang Filipina sendiri.
Bangsa Spanyol juga melakukan inkuisisi yang buruk terhadap orang-orangmuslim di semenanjung Iberia. Mereka menyerang karajaan muslim Sulu,Manguindanau dan Manilad dengan fanatisme dan keganasan yang sama sepertimereka memperlakukan penduduk muslim mereka sendiri di Spanyol. BahkanRaja Philip memerintahkan Kepala Staf Angkatan Lautnya sebagai berikut:“Taklukkan pulau-pulau itu dan gantikan agama penduduknya (ke agamaKatolik)”. Menghadapi latar belakang seperti ini, orang-orang muslim Filipina(bangsa Moro) harus berjuang bagi kelangsungan hidupnya sampai saat ini, lebihdari empat abad. Spanyol tidak pernah dapat menaklukkan kesultanan Islam Suluwalaupun dalam keadaan perang terus menerus, dan harus mengakuikeberadaannya yang merdeka.
b. Masa Imperialisme Amerika Serikat
Pada tahun 1896, Presiden Mc. Kinley dari AS memutuskan untuk menduduki Filipina untuk “mengkristenkan dan membudayakan” rakyatsebagaimana ia ajukan. Amerika datang ke Mindanao dengan menampilkan dirisebagai seorang sahabat yang baik dan dapat dipercaya. Hal ini dibuktikan denganditandatanganinya Traktat Bates (20 Agustus 1898 M) yang menjanjikankebebasan beragama, kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasanmendapatkan pendidikan bagi Bangsa Moro.
Amerika berhasil menduduki jajahan Spanyol ini pada tahun 1899, namunmendapatkan perlawanan dari Negara muslim Sulu. Traktat tersebut ternyata hanya taktik mengambil hati orang-orang Islam agar tidak memberontak, karena pada saat yang sama Amerika tengah disibukkan dengan pemberontakan kaum revolusioner Filipina Utara pimpinan Emilio Aguinaldo. Terbukti setelah kaumrevolusioner kalah pada 1902 M, kebijakan AS di Mindanao dan Sulu bergeser kepada sikap campur tangan langsung dan penjajahan terbuka. Setahun kemudian(1903 M) Mindanao dan Sulu disatukan menjadi wilayah propinsi Moroland dengan alasan untuk memberadabkan (civilizing) rakyat Mindanao dan Sulu.Periode berikutnya tercatat pertempuran antara kedua belah pihak. Kesultanan Sulu jatuh ke tangan Amerika pada tahun 1914. Pada tahun 1915, Raja (Sultan)Muslim dipaksa turun tahta, tetapi diakui sebagai ketua komunitas muslim. Hanya pada April 1940 Amerika menghapuskan Kesultanan Sulu dan menggabungkan bangsa Moro ke dalam Filipina.[5]
Patut dicatat bahwa selama periode 1898-1902, AS ternyata menggunakan waktu tersebut untuk membebaskan tanah serta hutan di wilayah Moro untuk keperluan ekspansi para kapitalis. Bahkan periode 1903-1913 dihabiskan AS untuk memerangi berbagai kelompok perlawanan Bangsa Moro. Namun Amerika memandang peperangan tak cukup efektif meredam perlawanan Bangsa Moro,Amerika akhirnya menerapkan strategi penjajahan melali kebijakan pendidikan dan bujukan. Kebijakan ini kemudian disempurnakan olehorang-orang Amerika sebagai ciri khas penjajahan mereka.
Kebijakan pendidikan dan bujukan yang diterapkan Amerika terbukti merupakan strategi yang sangat efektif dalam meredam perlawanan Bangsa Moro. Sebagai hasilnya, kohesitas politik dan kesatuan diantara masyarakat Muslimmulai berantakan dan basis budaya mulai diserang oleh norma-norma Barat. Pada dasarnya kebijakan ini lebih disebabkan keinginan Amerika memasukkan kaum Muslimin ke dalam arus utama masyarakat Filipina di Utara dan mengasimilasi kaum Muslim ke dalam tradisi dan kebiasaan orang-orang Kristen.
Seiring dengan berkurangnya kekuasaan politik para Sultan dan berpindahnya kekuasaan secara bertahap ke Manila, pendekatan ini sedikit demisedikit mengancam tradisi kemandirian yang selama ini dipelihara oleh masyarakat Muslim.
c. Masa peralihan
Masa pra-kemerdekaan ditandai dengan masa peralihan kekuasaan dari penjajah Amerika ke pemerintah Kristen Filipina di Utara. Untuk menggabungkanekonomi Moroland ke dalam sistem kapitalis, diberlakukanlah hukum-hukumtanah warisan jajahan AS yang sangat kapitalistis seperti Land Registration Act No. 496 (November 1902) yang menyatakan keharusan pendaftaran tanah dalam bentuk tertulis, ditandatangani dan di bawah sumpah. Kemudian PhilippineCommission Act No. 718 (4 April 1903) yang menyatakan hibah tanah dari paraSultan, Datu, atau kepala Suku Non-Kristen sebagai tidak sah, jika dilakukantanpa ada wewenang atau izin dari pemerintah.
Pada intinya ketentuan tentang hukum tanah ini merupakan legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum Muslimin (tanah adat dan ulayat) oleh pemerintahkolonial AS dan pemerintah Filipina di Utara yang menguntungkan para kapitalis.
Kepemilikan tanah yang begitu mudah dan mendapat legalisasi dari pemerintah tersebut mendorong migrasi dan pemukiman besar-besaran orang-orang Utara ke Mindanao.[6] Banyak pemukim yang datang, seperti di Kidapawan,Manguindanao, mengakui bahwa motif utama kedatangan mereka ke Mindanaoadalah untuk mendapatkan tanah. Untuk menarik banyak pemukim dari utara ke Mindanao, pemerintah membangun koloni-koloni yang disubsidi lengkap denganseluruh alat bantu yang diperlukan. Konsep penjajahan melalui koloni iniditeruskan oleh pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri tersebut.Sehingga perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di tanahkelahiran mereka sendiri.[7]
d. Masa pasca kemerdekaan
Kemerdekaan yang didapatkan Filipina pada 4 Juli 1946 M dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro. Hengkangnya penjajah pertama (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya (pemerintah Filipina). Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan Bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisir dan maju, seperti MIM (Mindanao Independece Movement),MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF.
Namun pada saat yang sama, juga merupakan masa terpecahnya kekuatan Bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan. Tekanan semakin terasa hebat dan berat ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986). Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bagi Bangsa Moro.Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan MoroLiberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik Marcos.
Perkembangan berikutnya, MLF sebagai induk perjuangan Bangsa Moroakhirnya terpecah. Pertama, Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nur Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan Hashim Salamat, seorang ulama pejuang, yangmurni berideologikan Islam dan bercita-cita mendirikan negara Islam di FilipinaSelatan.
Namun dalam perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuarimengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinanDimas Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani(1993). Tentu saja perpecahan ini memperlemah perjuangan Bangsa Moro secarakeseluruhan dan memperkuat posisi pemerintah Filipina dalam menghadapiBangsa Moro. Ditandatanganinya perjanjian perdamaian antara Nur Misuari(ketua MNLF) dengan Fidel Ramos (Presiden Filipina) pada 30 Agustus 1996 di Istana Merdeka Jakarta lebih menunjukkan ketidaksepakatan Bangsa Moro dalammenyelesaikan konflik yang telah memasuki 2 dasawarsa itu.[8]
Disatu pihak mereka menghendaki diselesaikannya konflik dengan caradiplomatik (diwakili oleh MNLF), sementara pihak lainnya menghendaki perjuangan bersenjata/jihad (diwakili oleh MILF). Semua pihak memandangcaranyalah yang paling tepat dan efektif. Namun agaknya Ramos telah memilihsalah satu diantara mereka walaupun dengan penuh resiko. "Semua orang harusmemilih, tidak mungkin memuaskan semua pihak," katanya. Dan jadilah bangsaMoro seperti saat ini, minoritas di negeri sendiri.
Menurut Majul, minimal ada tiga alasan yang menjadi penyebab sulitnya bangsa Moro berintegrasi secara penuh kepada pemerintah Republik Filipina. Pertama, bangsa Moro sulit menerima Undang-Undang Nasional karena jelasundang-undang tersebut berasal dari Barat dan Katolik dan bertentangan denganajaran Islam.Kedua, sistem sekolah yang menetapkan kurikulum yang sama tanpamembedakan perbedaan agama dan kultur membuat bangsa Moro malas untuk belajar di sekolah yang didirikan oleh pemerintah.
Ketiga, adanya trauma dan kebencian yang mendalam pada bangsa moro atas program perpindahan penduduk yang dilakukan oleh pemerintah Filipina ke wilayah mereka di Mandanao, karena program ini telah mengubah merka dari mayoritas menjadi minoritas di segala bidang kehidupan.
e. Muslim Filipina Masa kini
Kendati telah terluka oleh kolonialisme Spanyol dan Amerika, kaum muslim Filipina terus berusaha menghidupkan kebudayaan dan peradaban baru sesuai harapan dan cita-cita mereka. Di negeri yang memiliki 7000 kepulauan dan 100 dialek bertutur ini, kaum muslim Filipina pelan-pelan mengumpulkan kembali sisa-sisa kemajuan Islam dahulu kala. Baik fisik
maupun non-fisik
Pada tingkat fisik, misalnya. Banyak masjid dan madrasah baru didirikan berdasarkan bantuan dari organisasi-organisasi Muslim luar. Bahkan, dewasa ini terdapat 1500 madrasah yang sudah berdiri, tetapi kebanyakan tidak lebih dari tingkat menengah saja. Tidak hanya itu, pemerintah Filipina sendiri memberikan beasiswa untuk para pelajar Moro yang bberprestasi. Sementara pemerintah Mesir menawarkan beasiswa bagi orang-orang Moro untuk belajar di Universitas Al-Azhar di Kairo. Untuk meningkatkan mutu pendidikan anak-anak Moro, guru-guru Muslim dari luar negeri pun mulai berdatangan untuk mengajar di
wilayah Moro selama beberapa tahun.
Wajar bila orang-orang Moro banyak yang mulai berkarir di pemerintahan Filipina, meskipun baru sebatas diterima pada posisi-posisi puncak Departemen Kehakiman dan
Departemen Urusan Luar Negeri saja.
Di lain hal, pada tahun 1977, Undang-Undang Hukum Perdata Muslim Nasional, dengan satu pasal mengenai mufti, disahkan, meskipun tidak semua kantor peradilan dan wilayah syari'at memberlakukan undang-undang tersebut. Selanjutnya pada tahun 1981,
sebuah Kementrian Urusan Islam (Office of Muslim Affairs) pertama dibentuk.
Dari kantor inilah diketahui, orang-orang Filipina banyak yang kembali memeluk Islam. Dalam bahasa Tagalog, bahasa Nasional Filipina, mereka disebut kaum 'Balik Islam'.
Kebanyakan mereka tinggal di kepulauan Luzon. Dan berdasarkan data Office of Muslim Affairs itu, 6,599 juta orang lokal komunitas Islam di sana, 200 ribu diantaranya adalah kaum Balik Islam. Bahkan, sejak peristiwa 11 September yang menyerang Amerika Serikat, jumlah tersebut kian meningkat. Banyak orang-orang Balik Islam yang kembali memeluk Islam setelah mengkaji lagi ajaran Islam. Terlebih bagi orang Filipina yang memiliki keterkaitan
Kebanyakan mereka tinggal di kepulauan Luzon. Dan berdasarkan data Office of Muslim Affairs itu, 6,599 juta orang lokal komunitas Islam di sana, 200 ribu diantaranya adalah kaum Balik Islam. Bahkan, sejak peristiwa 11 September yang menyerang Amerika Serikat, jumlah tersebut kian meningkat. Banyak orang-orang Balik Islam yang kembali memeluk Islam setelah mengkaji lagi ajaran Islam. Terlebih bagi orang Filipina yang memiliki keterkaitan
sejarah yang panjang dengan dunia Islam.
Demikianlah kondisi terakhir Islam di Filipina. Walaupun sekarang muslim Filipina hanya menempati posisi penduduk kelas dua, namun usaha untuk merajut kembali sejarah yang pernah terkoyak masih terus berlanjut. Terutama sekali, upaya membangun kehidupan
Demikianlah kondisi terakhir Islam di Filipina. Walaupun sekarang muslim Filipina hanya menempati posisi penduduk kelas dua, namun usaha untuk merajut kembali sejarah yang pernah terkoyak masih terus berlanjut. Terutama sekali, upaya membangun kehidupan
sosio-ekonomi orang-orang Moro agar lebih baik dari hari kemarin.
Perkembangan Islam di Filipina pada awal abad ke-14 dikatakan cukup pesat. Islam diterima dengan tangan terbuka karena kondisi kebudayaan dan sosial masyarakat yang masih memuja berhala dan sering melakukan upacara pemujaan orang yang sudah meninggal. Islam datang dengan cara menyesuaikan upacara pemujaan itu.Islam memang tidak mengenal upacara semacam itu. Namun, arwah yang sudah meninggal akan dijamin berada dalam ketenangan. Hal ini pun dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat Filipina.
Pengaruh Perdagangan
Perdagangan di sekitar wilayah Asia Tenggara membawa pengaruh agama Islam di sepanjang pesisir Kepulauan Filipina. Dalam buku Sejarah Modern Awal Asia Tenggara karya Antony Reid, diungkapkan bahwa para pedagang dari segala penjuru negeri berkumpul untuk mengadakan transaksi sekaligus menyebarkan agama.Agama yang berkembang cukup pesat adalah Islam, dimulai sejak abad ke-14. Islam sendiri adalah agama yang menjadi pedoman bagi para pedagang. Al quran dan Alhadis sebagai sumber ajaran agama Islam telah memberikan pandangan hidup pada mereka dengan istilah 9 dari 10 pintu rezeki berasal dari perniagaan. Tampaknya, inilah yang menjadi pertimbangan pelaku kegiatan perniagaan untuk masuk Islam.
Islam di Filipina
Penduduk Islam Filipina di mata dunia kini adalah kelompok minoritas, berbeda sekali dengan awal kedatangan agama Muhammad SAW dahulu. Akhir abad ke-14, peradaban Islam mulai terbentuk di Filipina ditandai dengan Raja Manguindanao yang masuk Islam. Raja tersebut kemudian menjadi Datuk yang berkuasa di Provinsi Davao, sebelah tenggara Pulau Mindanao.Dari sanalah, Islam mulai berkembang pesat hingga ke Pulau Lanao dan dan daerah pantai lainnya. Pemimpin-pemimpin Islam di Filipina semuanya menyandang panggilan Datuk di depan namanya. Memasuki abad ke-16, Filipina dijajah oleh bangsa Spanyol. Selain menjajah, mereka menyebarkan agama Kristen. Hampir seluruh wilayah Filipina dapat dikuasainya.Mereka menyebarkan agamanya dengan jalan kekerasan. Bahkan, orang-orang Islam di sana mendapat julukan Moor atau Moro yang artinya 'tidak bertuhan, buta huruf, dan jahat'. Inilah cikal bakal munculnya Suku Moro, orang-orang Filipina yang kukuh mempertahankan keyakinannya menjadi warga muslim minoritas.
Keteguhan Suku Moro
Suku Moro harus berjuang keras menghadapi para penjajah yang ingin mengoyak kebebasan beragamanya. Bahkan, hingga saat ini. Mereka sampai harus berperang melawan suku bangsa sendiri untuk bisa diakui sebagai bagian dari bangsa Filipina. Pada 1940, Suku Moro bergabung dengan Filipina setelah Amerika menghapuskan Kesultanan Sulu, raja atau sultannya yang seorang muslim pernah berkuasa.Hal ini lambat laun mengancam eksistensi masyarakat muslim pada umumnya karena banyak sultan muslim yang kehilangan kekuasaan politik di negaranya. Meskipun begitu, Islam Filipina yang minoritas tetap bertahan karena keyakinan mereka yang kuat akan agama yang penuh rahmat dan kasih sayang ini.
3. perjuangan bangsa moro di philipina
Suku Bangsa Moro adalah sebuah suku yang terdapat di Pilina, Indonesia bahkan tersebar diberbagai pulau. Di antaranya di Maluku dengan nama Pulau Moro Tai, di Sumatera terdapat kecamatan Moro di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, Indonesia. Di Pilipina Suku Moro di Mindanao adalah suku etnoreligius yang terdiri atas 13 suku yang mendiami Filipina bagian Filipina selatan. Daerah tempat kelompok ini meliputi bagian selatan Mindanao, kepulauan Sulu, Palawan, Basilan dan beberapa pulau yang bersebelahan. Suku Moro merupakan suku bangsa pelaut yang gigih dan dapat beradaptasi diberbagai tempat mereka berdiam. Sebagian besar mereka berdiam di Mindanao Pilipina.[9]
Pulau kalimantan bagian timur Rumpun Bangsa moro bernama Suku Bajau : Berau Suku Bajau adalah suku bangsa yang tanah asalnya Kepulauan Sulu, Filipina Selatan. Suku ini merupakan suku nomaden yang hidup di atas laut, sehingga disebut gipsi laut. Suku Bajau menggunakan bahasa Sama-Bajau. Suku Bajau sejak ratusan tahun yang lalu sudah menyebar ke negeri Sabah dan berbagai wilayah Indonesia. Suku Bajau juga merupakan anak negeri di Sabah. Suku-suku di Kalimantan diperkirakan bermigrasi dari arah utara (Filipina) pada zaman prasejarah. Suku Bajau yang Muslim ini merupakan gelombang terakhir migrasi dari arah utara Kalimantan yang memasuki pesisir Kalimantan Timur hingga Kalimantan Selatan dan menduduki pulau-pulau sekitarnya, lebih dahulu daripada kedatangan suku-suku Muslim dari rumpun Bugis yaitu suku Bugis, suku Makassar, suku Mandar.
Wilayah yang terdapat suku Bajau, antara lain :
- Kalimantan Timur (Berau, Bontang, dan lain-lain)
- Kalimantan Selatan (Kota Baru) disebut orang Bajau Rampa Kapis
- Sulawesi Selatan (Selayar)
- Sulawesi Tenggara
- Nusa Tenggara Barat
- Nusa Tenggara Timur (pulau Komodo)
- Dan lain-lain
Luas Mindanao ialah 94.630 km², lebih kecil 10.000 km² dari Luzon. Pulau ini bergunung-gunung, salah satunya adalah Gunung Apo yang tertinggi di Filipina. Pulau Mindanao berbatasan dengan Laut Sulu di sebelah barat, Laut Filipina di timur dan Laut Sulawesi di sebelah selatan. Penduduk mindanau adalah 19 juta dimana kurang lebih 5 juta adalah muslim.
Mindanao adalah pulau terbesar kedua di Filipina dan salah satu dari tiga kelompok pulau utama bersama dengan Luzon dan Visayas. Mindanao, terletak di bagian selatan Filipina, adalah kawasan hunian bersejarah bagi mayoritas kaum muslim atau suku moro yang sebagian besar adalah dari etnis Marano dan Tasaug. Moro adalah sebutan penjajah spanyol kepada kaum muslim setempat. Pada masa dahulu mayoritas penduduk midanau dan pulau sekitarnya adalah muslim. Peperangan untuk meraih kemerdekaan telah ditempuh oleh berbagai kaum Muslim selama lima abad melawan para penguasa. Pasukan Spanyol, Amerika, Jepang dan Filipina belum berhasil meredam tekad mereka yang ingin memisahkan diri dari Filipina yang mayoritas penduduknya beragama Katolik. Kini mayoritas populasi Mindanao beragama katolik.
Pada saat sekarang muslim hanya menjadi mayoritas di kawasan otonOmi ARMM, The Autonomous Region in Muslim Mindanao (ARMM). ARMM di bawah kepemimpinan Misuari mencakup Maguindanao, Lanao del Sur, Sulu, dan Tawi-Tawi. ARMM dibentuk oleh pemerintah pada tahun 1989 sebagai daerah otonomi di Filipina Selatan. Sebagai hasil dari kesepakatan damai antara MNLF dan pemerintah pusat filipina. Ketika itu penduduk boleh menyatakan pilihannya untuk bergabung dalam wilayah otonomi Muslim dan hasilnya empat wilayah tersebut memilih untuk bergabung. Meskipun begitu kesepakatan itu tidak cukup memuaskan sebagian pejuang muslim sehingga munculah Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan kelompok Abu Sayyaf. Kelompok ini bersumpah untuk menentang dan memboikot ARMM dan tetap memperjuangkan kemerdekaan. Meskipun pada saat sekarang MILF juga menerima otonami dengan syarat wilayah otonami ARMM diperluas dengan ditambahkan beberapa propinsi lagi sebagai tambahan.
Selama masa kolonial, Spanyol menerapkan politik devide and rule (pecah belah and kuasai) serta mision-sacre terhadap orang-orang Islam. Bahkan orang-orang Islam di-stigmatisasi (julukan terhadap hal-hal yang buruk) sebagai "Moor" (Moro). Artinya orang yang buta huruf, jahat, tidak bertuhan dan huramentados (tukang bunuh). Sejak saat itu julukan Moro melekat pada orang-orang Islam yang mendiami kawasan Filipina Selatan tersebut. Bangsa Eropa pertama kali tiba pada tahun 1521 dipimpin oleh Magellan yang kemudian dibunuh oleh kepala suku setempat dalam peperangan. Kemudian Tentara Spanyol yang dipimpin Miguel Lopez Legaspi, yang tiba di pantai kepulauan Filipina pada tahun 1565, menghentikan perkembangan dakwah Islam pada tahun 1570 di Manila, yang menyebabkan terjadinya pertempuran selama berabad-abad masa pendudukan Spanyol.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penjajahan Spanyol bermula pada tahun 1565 di salah satu pulau Filipina dan mereka segera mengetahui bahwa sebagian penduduk setempat beragama Islam. Mereka mengidentifikasi orang-orang itu dengan musuh historis mereka yaitu umat Islam Andalus yang disebut Moor, yang kemudian menjadi sebutan untuk umat Islam di kawasan Filipina selatan. Hal ini membuat bangsa Spanyol memusuhi umat Islam setempat dan selama tiga ratus tahun penjajahan Spanyol perang terus terjadi. Disamping suku Maguindanao, suku lain yang bertempat tinggal di pulau Mindanao adalah suku Maranao yang merupakan kelompok Muslim terbesar kedua di Filipina. Dari sekian kelompok Muslim Filipina Maranao adalah yang terakhir memeluk Islam. Sufisme memengaruhi corak Islam di Maranao, terutama dalam hal kosakata dan musik ritual. Nama Bangsamoro merujuk pada empat suku yang mendiami Filipina selatan, yaitu Tausug, Maranao, Maguindanao, dan Banguingui.
Sejarah Awal Muslim Filipina Muslim Filipina memiliki sejarah panjang, sama panjangnya dengan kedatangan Islam ke kawasan Asia Tenggara secara umum. Menurut cendekiawan Muslim Filipina, Ahmed Alonto, berdasarkan bukti-bukti sejarah yang terekam, Islam datang ke Filipina pada tahun 1280. Muslim pertama yang datang adalah Sherif Macdum (Sharif Karim al-Makhdum) yang merupakan seorang ahli fikih. Kedatangannya kemudian diikuti oleh para pedagang Arab dan pendakwah yang bertujuan menyebarkan Islam. Pada mulanya dia tinggal di kota Bwansa, dimana rakyat setempat dengan sukarela membangun masjid untuknya dan banyak yang ikut meramaikan masjid. Secara bertahap beberapa kepala suku setempat menjadi Muslim.
Kemudian dia juga mengunjungi beberapa pulau lain. Makamnya dipercaya terdapat di pulau Sibutu. Selain orang Arab, umat Islam India, Iran dan Melayu datang ke Filipina, menikahi penduduk lokal dan mendirikan pemerintahan di pulau-pulau yang tersebar di kepulauan Filipina. Salah seorang pendiri pemerintahan itu adalah Sherif Abu Bakr, yang berasal dari Hadramaut. yang datang ke kepulauan Sulu melalui Palembang dan Brunei. Dia menikahi putri pangeran Bwansa, Raja Baginda, yang sudah beragama Islam. Ayah mertuanya menunjuknya sebagai pewaris. Setelah menggantikan mertuanya dia menjalankan pemerintahan dengan hukum Islam dengan memerhatikan adat istiadat setempat.
Dengan demikian, dia bisa disebut sebagai pendiri kesultanan Sulu yang bertahan hingga kedatangan Amerika ke Filipina. Kesultanan Sulu mencapai puncak kejayaannya pada abad delapan belas dan awal abad sembilan belas, ketika pengaruhnya membentang hingga Mindanao dan Kalimantan utara.
Kepulauan Sulu di Filipina selatan terletak sepanjang rute perdagangan antara Malaka dan Filipina, karenanya pedagang Arab dikenal sebagai orang yang membawa Islam ke wilayah ini. Kepulauan Sulu merupakan jalur perdagangan penting yang menghubungkan antara pedagang Arab dan Cina selatan. Menurut sebagian ahli, ada kemungkinan telah terjadi Islamisasi oleh Cina Muslim. Disamping kepulauan Sulu, pulau Mindanao adalah tempat tinggal Muslim. Di Mindanao, Islam dibawa oleh Sharif Kabungsuwan yang berasal dari Johor yang merupakan keturunan Nabi saw. dan ibu seorang Melayu. Dia menikahi Putri Tunina.
Pulau Mindanao di tinggali oleh suku Maguindanao, yang sebagian besar tinggal di bagian selatan yang disebut Cotabato. Bangsa Eropa pertama kali tiba pada tahun 1521 dipimpin oleh Magellan yang kemudian dibunuh oleh kepala suku setempat dalam peperangan. Kolonisasi Spanyol bermula pada saat Tentara Spanyol yang dipimpin Miguel Lopez Legaspi, yang tiba di kepulauan Filipina pada tahun 1565, menghentikan perkembangan dakwah Islam pada tahun 1570 di Manila, yang menyebabkan terjadinya pertempuran selama berabad-abad masa pendudukan Spanyol di salah satu kepulauan Filipina dan mereka segera mengetahui bahwa sebagian penduduk setempat beragama Islam. Mereka mengidentifikasi orang-orang itu dengan musuh historis mereka yaitu umat Islam Andalus yang disebut Moor, yang kemudian menjadi sebutan untuk umat Islam di kawasan Filipina selatan. Hal ini membuat bangsa Spanyol memusuhi umat Islam setempat dan selama tiga ratus tahun penjajahan Spanyol perang terus terjadi.
Disamping suku Maguindanao, suku lain yang bertempat tinggal di pulau Mindanao adalah suku Maranao yang merupakan kelompok Muslim terbesar kedua di Filipina. Dari sekian kelompok Muslim Filipina Maranao adalah yang terakhir memeluk Islam. Sufisme memengaruhi corak Islam di Maranao, terutama dalam hal kosakata dan musik ritual. Nama Bangsamoro merujuk pada empat suku yang mendiami Filipina selatan, yaitu Tausug, Maranao, Maguindanao, dan Banguingui. Sebagai penutup bagian ini akan dihadirkan kesimpulan C. A. Majul dalam bukunya Muslims in the Philippines. Majul membagi Islamisasi awal di Sulu ke dalam beberapa tahap.
Tahap pertama terjadi pada seperempat terakhir abad ketiga belas atau lebih awal ketika para pedagang asing mendiami kawasan ini. Beberapa pedagang ini menikahi keluarga setempat yang berpengaruh. Pada tahap ini elemen-elemen Islam awal diintegrasikan ke dalam masyarakat setempat dan secara bertahap terjadi pembentukan keluarga Muslim.
Tahap kedua, yang diperkirakan terjadi pada paruh kedua abad keempat belas, adalah kelanjutan dari pendirian kumpulan keluarga Muslim yang secara bertahap melakukan dakwah terhadap masyarakat setempat. Peristiwa ini bersamaan dengan proses dakwah Islam di Jawa. Pada tahap ini para pendakwah dikenal dengan sebutan makhdumin.
Tahap ketiga adalah kedatangan Muslim Melayu dari Sumatra pada permulaan abad kelima belas. Hal ini ditandai dengan kedatangan Rajah Baguinda dengan beberapa penasehatnya yang ahli agama, yang membuat umat Islam saat itu memiliki penguasa Muslim yang menjamin berjalannya proses dakwah.
Tahap selanjutnya ialah pendirian kesultanan oleh Shariful Hashim menjelang tengah abad kelima belas. Pada saat ini, Islam telah menyebar dari daerah pantai ke daerah pegunungan di pedalaman pulan Sulu. Penerimaan kepala suku-kepala suku setempat di daerah pantai menandakan bahwa kesadaran tentang Islam telah menyebar luas.
Menjelang permulaan abad keenam belas, hubungan politik dan perdagangan yang semakin meningkat dengan bagian kepulauan Nusantara lain yang telah diislamisasi menjadikan Sulu sebagai bagian dari darul Islam yang berpusat di Malaysia. Sekitar akhir abad keenam belas dan beberapa dekade awal abad ketujuh belas, persekutuan politik dengan kerajaan-kerajaan Islam yang bertetangga untuk menghadapi bahaya penjajahan dan Kristenisasi Barat dan para pendakwah yang terus berdatangan menjamin keberlangsungan Islam di Sulu hingga sekarang. Muslim Filipina Sebagai Minoritas Sejak awal hingga pertengahan abad dua puluh, hubungan antara Muslim Filipina dan dunia Islam secara umum dilakukan melalui umat Islam Asia Tenggara yang lain.
Hal ini disebabkan kedekatan kultural dan, terutama, relijius Bangsamoro dan bangsa Melayu yang lain. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa, sebelum penggunaan bahasa Arab menjadi populer, buku-buku agama di Mindanao dan Sulu kebanyakan berbahasa Melayu yang ditulis dalam aksara jawi, hanya sedikit orang yang mampu membaca huruf Arab. Setelah Filipina merdeka pada 1946 dan pulau Mindanao dan Sulu dijadikan bagian dari Republik Filipina, hubungan antara Muslim Filipina dan negara Timur Tengah semakin kuat. Hubungan ini ditandai dengan pengiriman para pelajar Mindanao ke universitas al-Azhar dan semakin banyaknya beasiswa yang disediakan oleh negara-negara Arab.
Dengan ini hubungan Muslim Filipina yang pada mulanya berorientasi Asia Tenggara menjadi semakin terbuka terhadap akses langsung Islam di Timur Tengah. Tidak hanya itu, pengaruh gerakan reformis di Mesir dan Indo-Pakistan ikut memengaruhi umat Islam di Mindanao dan Sulu. Keterpengaruhan ini terlihat, misalnya, pada sosok Salamat Hashim, pendiri dan kepala MILF (Moro Islamic Liberation Front) yang diinspirasi oleh pemikiran Sayid Qutb dan Abul A’la al-Maududi.
Hubungan yang erat dengan komunitas Muslim yang lebih luas mendatangkan keuntungan bagi umat Islam di Mindanao dan Sulu. Seperti yang terjadi pada awal tahun tujuh puluhan, ketika media massa melaporkan pembantaian terhadap kaum Muslim, Libya langsung bereaksi dan berinisiatif membawa kasus ini ke hadapan OKI (Organisasi Konferensi Islam).
Pada mula umat Islam Filipina memilih jalan damai untuk merebut kedaulatan. Setelah terbukti bahwa perjuangan konstitusional untuk merebut kemerdekaan tidak dapat dilakukan, mereka membentuk MNLF (Moro National Liberation Front) untuk mengorganisasi perjuangan bersenjata. Tujuan berdirinya MNLF pada mulanya ialah untuk membentuk negara sendiri. Namun kemudian hal ini berubah ketika pemerintah Filipina memulai negosiasi dengan MNLF pada 1975 dan setahun kemudian tercapai kata sepakat tentang kerangka penyelesaian masalah di Filipina.
Persetujuan ini dikenal dengan Kesepakatan Tripoli yang ditandatangani pada 23 Desember 1976 antara MNLF dan pemerintahan Filipina. Kesepakatan ini mengikat MNLF untuk menerima otonomi sebagai status bagi wilayah Filipina selatan. Penerimaan MNLF terhadap Kesepakatan Tripoli memicu perpecahan di kalangan internal MNLF, yang berakibat pada munculnya faksi baru yang bernama MILF.
Kesepakatan Tripoli berisi pembentukan pemerintahan otonomi di Filipina selatan yang mencakup tiga belas propinsi, yaitu Basilan, Sulu, Tawi-Tawi, Zamboanga del Sur, Zamboanga del Norte, Cotabato utara, Manguindanao, Sultan Kudarat, Lanao Norte, Lanao Sur, Davao Sur, Cotabato selatan, dan Palawan. [10]
Otonomi penuh diberikan pada bidang pendidikan dan pengadilan, sementara bidang pertahanan dan politik luar negeri tetap menjadi wewenang pemerintahan pusat di Manila. Kesepakatan damai yang ditanda tangani di Tripoli ternyata dikhianati oleh Ferdinand Marcos, dengan mengadakan referendum di tiga belas propinsi yang tercantum dalam Kesepakatan Tripoli untuk mengetahui penduduk ketiga belas propinsi yang akan diberi otonomi khusus.
Referendum yang dilakukan Marcos ini sebenarnya adalah cara yang dia gunakan untuk membatalkan Kesepakatan Tripoli secara halus. Dengan program perpindahan penduduk yang digalakkan pemerintah pusat untuk mendorong rakyat bagian utara yang mayoritas Katolik, kawasan selatan yang semula lebih banyak penduduk Muslim menjadi didominasi warga Katolik/Kristen. Kondisi ini memastikan hasil yang diharapkan Marcos, yaitu menolak otonomi.
Disamping perjuangan bersenjata melalui organisasi seperti MNLF, masyarakat sipil juga melakukan pendekatan damai dan demokratis dibawah pengawasan PBB, melalui Bangsamoro People’s Consultative Assembly yang melakukan pertemuan pada tahun 1996 dan 2001.
Pertemuan pertama, yang menurut laporan dihadiri lebih dari satu juta orang, menghasilkan pernyataan untuk mendirikan kembali negara dan pemerintahan Bangsamoro. Hal ini semakin nyata dalam pernyataan bersama yang dideklarasikan oleh ratusan ribu Bangsamoro yang ikut serta dalam Rapat Umum untuk Perdamaian dan Keadilan in Cotabato City dan Davao City pada 23 Oktober 1999, di Marawi City pada 24 Oktober 1999, dan di Basilan pada 7 Desember 1999. Dalam serangkaian rapat umum mereka mengeluarkan pernyataan sikap terhadap pemerintah Filipina: ”…kami percaya bahwa satu-satunya solusi berguna dan abadi bagi hubungan yang tidak sehat dengan pemerintah Filipina adalah pengembalian kebebasan kami yang secara ilegal dan imoral telah dicuri dari kami, dan kami diberi kesempatan untuk mendirikan pemerintahan sesuai dengan nilai-nilai sosial, relijius dan budaya kami”.
Sikap ini dipertegas dalam pertemuan kedua, yang dilaksanakan pada tahun 2001 dan dihadiri sekitar dua setengah juta orang, yang menyatakan ”Satu-satunya solusi yang adil, bermakna dan permanen untuk persoalan Mindanao adalah kemerdekaan rakyat dan wilayah Bangsamoro sepenuhnya”. Dan hingga sekarang masyarkat moro masih berjuang untuk merdekan atau otonami dengan wilayah yang diperluas.[11]
4. Jihad bangsa Moro
Islam memasuki tanah air Bangsa Moro pada tahun 1310 M (sekitar 710 H) melalui para pedagang Arab, perantau, pengembara Sufi, dan para dai. Institusi-institusi politik dan pengaruh islami berasal dari Sumatera melalui kedatangan Raja Baginda Ali dengan menteri dan prajuritnya. Islam berkembang pesat sehingga berdirilah negara muslim Sulu dan Maguindanao pada tahun 1830. Sultan pertama dari Kesultanan Sulu ialah Sayyid Abu Bakar. Kesultanan ini merupakan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat, yang memiliki hubungan diplomatik dan perdagangan dengan negara-negara lain di wilayah tersebut. Sedangkan Syarif Muhammad Kabungsuan, seorang Arab Melayu dari Malaysia, mendirikan Kesultanan Maguindanao yang berada di pulau kedua yang terbesar dan terkaya di Filipina.[12]
Ketika dua kesultanan Muslim di selatan berkembang dengan cepat dan semakin kuat dan menjadi bangsa yang merdeka, kabupaten-kabupaten muslim lain lahir dan kemudian dikenal sebagai emirat (keamiran) seperti Emirat Raja Sulaiman (Manila ) dan Emirat Panay. Dapat dikatakan pula bahwa negara-negara Islam dan emirat muslim merdeka berdiri 600-an tahun yang lalu, jauh sebelum Barat (Spanyol) menemukan Filipina. Kesultanan Sulu dan Maguindanao eksis secara de facto sampai tahun 1933 dan terus eksis secara seremonial saja dari tahun 1935 hingga 1946.
Fakta-fakta penting tentang tanah air Bangsa Moro yang tidak bisa diabaikan oleh para sarjana dan ahli sejarah modern yang meneliti akar permasalahan Bangsa Moro adalah sebagai berikut :
1. Institusi politik pertama yang berdiri di tanah air Bangsa Moro bersifat islami.
2. Agama samawi pertama yang sampai di wilayah tersebut adalah Islam.
3. Sistem pendidikan pertama di pulau itu adalah pendidikan Islam dengan naskah pertama kali yang dikenalkan adalah berbahasa Arab.
4. Peradaban pertama yang diperkenalkan di Filipina adalah peradaban Islam.
Invasi Spanyol sekitar 160 tahun setelah eksistensi kesultanan dan kabupaten-kabupaten Islam menandai permulaan pengawasan Spanyol dan hambatan terhadap perkembangan Islam di kepulauan bagian utara (Luzon dan Visayas). Selanjutnya Bangsa Moro dari Mindanao dan Sulu berjuang melawan kolonialisme Barat atas nama Islam selama 377 tahun (1521-1898).
Hispanisasi dan kristenisasi yang dilakukan oleh orang-orang Filipina Baru (muda) menjadi landasan kuat bagi kampanye antimuslim—baik secara militer maupun lainnya—setelah Perjanjian Paris 10 Desember 1898 yang menyerahkan Filipina kepada Amerika Serikat dengan kompensasi 20 juta dolar AS. Agresi AS pada tahun 1899 dihadapi dengan ketahanan kaum muslimin di selatan yang bertekad untuk bertempur sampai titik darah penghabisan. Dengan keyakinan bahwa Spanyol tidak pernah punya hak untuk menjual tanah air mereka dan tidak mau menerima aturan Amerika, kaum muslimin memberikan perlawanan berdarah yang berlangsung selama 47 tahun (1899-1946).[13]
Amerika membalas secara taktis dengan menawarkan sebuah gencatan senjata yang menghasilkan Bates Treaty, The Carpenter Agreement, dan seterusnya. Ini merupakan manuver politis dan sosial ekonomi yang membuat Amerika mampu untuk menaklukkan Bangsa Moro.
Aneksasi (perebutan) Filipina terhadap Kesultanan Islam Bangsa Moro
Di samping memperlakukan Kesultanan Sulu dan Maguindanao sebagai wilayah protektorat, Amerika Serikat mendirikan pemerintahan Persemakmuran Filipina pada tahun 1935. Pemerintahan semacam ini berfungsi sebagai transisi ke arah kemerdekaan penuh yang akan dihadiahkan segera kepada Filipina. Sebenarnya pada situasi semacam ini sekalipun tanah air Bangsa Moro tidak pernah dimasukkan oleh Amerika ke dalam wilayah administrasi Filipina.
Dengan memanfaatkan pemerintahan transisi dan ketidakpedulian politis masyarakat awal Bangsa Moro, para pemimpin politik Kristen Filipina melakukan manuver dan berusaha menganeksasi Tanah Air Bangsa Moro yang terdiri dari Kepulauan Mindanao, Basilan, Sulu, Tawi-Tawi, dan Palawan.
Di samping memberikan kemerdekaan pada Filipina pada tanggal 4 Juli 1946 AS juga menganeksasi Tanah Air Bangsa Moro ke dalam negara Filipina Merdeka. Tindakan pemerintah AS ini berlawanan dengan kemauan masyarakat Bangsa Moro.
Ketika orang-orang Kristen Filipina dari Luzon, Visayas, dan daerah-daerah lain di kepulauan bagian utara dengan gembira ria merayakan apa yang mereka anggap sebagai awal dari kebebasan dan kelahiran bangsa baru, masyarakat Bangsa Moro bersedih karena mereka menganggap itu sebagai akhir dari kebebasan, kemerdekaan, dan kedaulatan selama ratusan tahun. Namun Bangsa Moro tidak bisa bereaksi secara cepat karena mereka berperang melawan Spanyol selama 377 tahun dan 47 tahun melawan Amerika. Hal itu memperlemah mereka bahkan lebih dari itu membawa mereka kepada kemiskinan, kebodohan, dan kesehatan yang buruk.
Bangsa Moro seolah menjadi orang sakit yang tidak mempunyai obat untuk menyembuhkan dirinya sendiri serta tidak cukup makanan dan ketika alam menyembuhkannya dia mendapati dirinya diperbudak oleh orang yang lebih kuat dan sehat. Karena itu, ketika Bangsa Moro masih dalam taraf penyembuhan dari kerusakan-kerusakan parah akibat peperangan, pemerintah Filipina memanfaatkan kelemahan Bangsa Moro untuk merintis jalan penegakan pendudukan orang-orang Kristen di Tanah Air Bangsa Moro.
Penting dicatat bahwa selama masa Pra-Spanyol tidak diketahui ada seorang Kristen pun di tanah air Bangsa Moro. Orang-orang Kristen yang tinggal di negeri itu adalah budak-budak Spanyol atau buruh-buruh Amerika yang memilih untuk tinggal di tanah air Bangsa Moro untuk menikmati kebebasan daripada pulang ke negeri asal di bagian utara dan tetap menjadi budak dan pekerja..
Langkah-langkah yang diambil orang-orang Kristen Filipina untuk menaklukkan dan menggagalkan aspirasi Bangsa Moro selama rezim sipil mengindikasikan pengaruh yang semakin kuat dari teori bahwa kristenisasi atau filipinisasi merupakan satu-satunya jalan untuk menghentikan perlawanan kaum Muslimin. Kali ini masa depan Bangsa Moro sebagai Muslim terancam.
Sebuah hukum Filipina diberlakukan untuk mendorong pendudukan orang-orang Kristen dari selatan dengan membuka lahan-lahan besar dari tanah-tanah Bangsa Moro kepada para penghuni Kristen dengan bantuan pemerintah secara langsung dan material-material.
Pada tahun 1946 dasar hukum yang lebih kuat diberlakukan yang memberi orang-orang Kristen Filipina pengaruh dan kekuatan lebih di wilayah-wilayah kaum Muslimin yang menimbulkan migrasi besar-besaran orang-orang Kristen dari tahun 1950-1970 untuk merebut tanah leluhur Bangsa Moro Muslim. Penduduk Kristen ini berkembang secara cepat sehingga melebihi penduduk asli Bangsa Moro dan pemilik sah dari tanah-tanah tersebut pada tahun 70-an di berbagai area di Mindanao. Bersamaan dengan meningkatnya jumlah orang-orang Kristen, gangguan terhadap Bangsa Moro Muslim juga meningkat. Tujuan utamanya adalah untuk meraih kekuasaan politik.[14]
Gerakan Ilaga dan Teror Orang-Orang Kristen
Pada tahun 1970 para penduduk Kristen di Tanah Air Moro mengorganisir dan mendirikan sebuah organisasi bersenjata yang dinamai ILAGA yang para pemimpin serta perintisnya adalah personil militer Kristen yang aktif, perwira purnawirawan angkatan darat Kristen dan para politisi Kristen.
Organisasi teroris ini digerakkan dengan persetujuan pemerintah Manila. Operasinya dimulai dengan membunuh individu muslim dilanjutkan dengan pembantaian keluarga-keluarga muslim. Bersamaan dengan meningkatnya semangat permusuhan, orang-orang kristen fanatik mulai menyerang desa-desa muslim, membunuh wanita-wanita muslimah, anak-anak, dan orang-orang lanjut usia. Para teroris itu membakar rumah-rumah, masjid-masjid, madrasah-madrasah, buku-buku Islam termasuk setiap kopian Al-Qur’an. Mereka menghancurkan ladang-ladang pertanian Bangsa Moro, kebun buah-buahan, ladang-ladang dan hampir segala hal yang dimiliki orang Muslim.
Otoritas pemerintah Filipina tetap tuli terhadap keluhan-keluhan kaum Muslimin dan tidak menghiraukan seruan kaum muslimin untuk menciptakan kedamaian. Kedamaian dan keteraturan telah menjadi agak genting. Darah orang Islam yang tak bersalah berceceran di berbagai sudut tanah air Bangsa Moro.
Ketika peristiwa-peristiwa tersebut berkembang sehingga meningkatkan ketegangan, kaum Muslimin tidak punya pilihan lain lagi kecuali balas memerangi dan mempertahankan diri. Dalam perkembangan pergerakan Moro di tanah airnya, kaum muslimin menyaksikan munculnya sebuah pergerakan revolusioner baru yang berbeda dalam hal sifat dan pendekatan dari pergerakan Moro pada era yang lalu. Elemen baru tersebut adalah para pemimpin Moro muda yang merupakan keturunan dari kaum Muslimin yang gagah berani melawan Spanyol dan Amerika selama lebih dari 400 tahun.
Dengan persenjataan yang kurang, para pembela kaum muslimin menunjukkan superioritas mereka dalam perang. Ketika milisi teroris Kristen tidak mampu menghadapinya, oknum-oknum dari Angkatan Darat Filipina turut campur dan membantu ILAGA. Pada tahun 1972 Martial Law (Hukum Perang) diumumkan untuk menerobos pertahanan kaum Muslimin.
5. Gerakan Moro dengan golongan-golongan nya
Ketika Philipina merdeka ditahun 1946, mayoritas warga Islam Moro di pulau Mindanao, meminta supaya tidak menjadi bagian negara yang baru itu, namun permintaan itu diabaikan. Sejak itu konflik berkepanjangan pun berlangsung. Dan puncaknya disaat Philipina dipimpin Ferdinand Marcos yang menerapkan kondisi perang ‘Martial Law’. Akibatnya menjadi sangat luar biasa terjadi konflik besar antara penduduk muslim dan non-muslim di Mindanao Selatan. Perang itu memusnahkan banyak perkampungan muslim. Banyak tanah dan harta milik kaum muslim Moro yang berpindah tangan. Agar perjuangan lebih terorganisir terbentuklah MIM (Muslim Independent Movement) pada tahun 1968 dan MLF (Moro Liberation Front) pada tahun 1971. MLF sebagai induk perjuangan bangsa Moro akhirnyaterpecah.
•MNLF (Moro National Liberation Front)
•MNLF (Moro National Liberation Front)
MNLF ( Moro National Libertion Front), MNLF menyatakan perang dengan pemerintah Philipina sejak 1972-1976, mereka memaksa pemerintahan Ferdinand E. Marcos untuk menandatanagani perjanjian yang disebut “perjanjian Tripoli”. Tapi perjanjian Tripoli menurut opini MNLF, tidak dipatuhi pemerintah Philipina. ketentuan yang dibutuhkan oleh Legislatif Philipina telah sesuai dengan perjanjian Tripoli. Seperti kewenagan kekeuasaan, pembagian daerah dan sistem administratif memberikan alibi sempurna bagi pemerintah Philipina untuk menolak. Kongres yang dikontrol oleh pihak legislatif yang bertentangan dengan semangat perjanjian terutama dalam memberikan otonomi berarti bagi bangsa Moro. MNLF pimpinan Dr. Nurulhaj Misuari. Kelompok ini beraliran nasionalis-sekuler. Namun dalam perjalanannya MNLF pecah menjadi dua yaitu MNLF Reformasi pimpinan Dimas Pundato tahun 1981 dan Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani tahun 1993. Abu Sayyaf sendiri kini berbasis di Jolo, Basilan dan Mindanao.[15]
•MILF ( Moro Islamic Liberation Front)
1. Ideolog MILF
Di bawah kepemimpinan Dr. Nurul Haj Misuari, MILF tumbuh dan berkembang di atas manajemen yang rapi dan solid. Tujuan asasi perjuangan MILF telah dikukuhkan sedemikian rupa. Perumusan tujuan ini melibatkan orang-orang besar dari kalangan ulama, cendekiawan, dan para pakar militer muslim Moro. Tujuan itu adalah sebagaimana berikut,
- Menghambakan manusia hanya kepada Allah Ta’ala.
- Mendapatkan ridha Allah Ta’ala dalam seluruh aspek kehidupan.
- Menguatkan dan meningkatkan hubungan antara hamba dan penciptanya.
- Menguatkan dan meningkatkan hubungan antara manusia.
- Menghancurkan penjajahan dan perjuangan mendapatkan hak-hak asasi serta menentukan nasib sendiri.
- Mengokohkan pemerintahan dan Negara Islam (Daulah Islam) yang merdeka, dan menegakkan syariat Islam (hukum-hukum Islam).
Dengan tujuan dasar di atas, MILF membuat program-program yang dilaksanakan bertahap, selangkah demi selangkah. Hingga kini, paling tidak MILF sudah melewati satu program besar dan tengah memasuki program besar lanjutan. Untuk program 20 tahunan, yang dimulai dari tahun 1981 dan berakhir tahun 2000, berisi,
- Islamisasi seluruh aspek kehidupan.
- Membangun militer yang kuat.
- Kepercayaan kepada diri sendiri.
- Mengokohkan dan mengembangkan kemampuan organisasi, administratif dan manajemen.
Tiga tahun sebelum masa program 20 tahunan berakhir, dalam pertemuan umum mujahidin Moro ke-15 (15th General Assembly) yang dihelat MILF di Kamp Bushra pada tanggal 15-17 Desember 1997, disusun program lanjutan untuk rentang 50 tahun selanjutnya. Mulai tahun 2001 hingga 2050. Selain merupakan kelanjutan dari program lama, program baru tersebut memiliki titik tekan pada beberapa hal yang harus direalisasikan. Yaitu,
- Mengokohkan stabilitas hukum Islam.
- Menjamin kebebasan dan hak-hak asasi manusia. Mengatasi dan menanggulangi kriminalitas, kemiskinan, kebodohan dan penyakit.
- Menjamin persamaan peluang dan mendapatkan pendidikan dan hidup yang lebih baik.
- Mengatasi dan menanggulangi suap-menyuap dan korupsi, dan mencegah penggunaan sarana umum untuk kepentingan pribadi.
- Melanjutkan tindakan-tindakan yang tepat untuk melakukan pemecahan terhadap problem-problem sosial.
Seluruh tokoh teras MILF selalu konsisten menyuarakan perlawanan bersenjata (jihad fie sabilillah) melawan penindasan, perampasan hak dan penjajahan Filipina sebagai satu-satunya metode untuk menegakkan Islam. Metodologi yang dipraktekkan oleh para pejuang MILF adalah menyempurnakan penghambaan manusia kepada penciptanya. Prinsip yang mereka tempuh ini merupakan implementasi dari Al-Qur`an surat Adz-Dzariyat ayat 56, “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku.”
MILF membuat seluruh kebijakan, keputusan-keputusan dan aktivitas programnya merujuk dan mengacu kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah. Seluruh anggota MILF dan pengikut-pengikutnya wajib menyesuaikan diri dalam kehidupan mereka berdasarkan pemahaman dan penegakan syariat Islam.
Corak dan style perjuangan yang dipilih MILF ini tak lepas dari prinsip-prinsip. Dalam sebuah surat resmi yang dikirimkan kepada PAS Malaysia, beliau menuangkan pesan-pesan (yang merupakan kristalisasi dari ilmu-ilmu Islam yang beliau kuasai) kepada para cendekiawan muslim mengenai metode menegakkan Islam. Diantara isinya, beliau tulis,
“Kuncinya hanya satu, untuk mencapai kejayaan Islam yang sangat menakjubkan seperti para salaf dan para pendahulu kita, yaitu mempersiapkan dan mengamalkan jihad fie sabilillah, semata-mata untuk mengharapkan rihda Allah ta’ala dan meninggikan kalimat-Nya yang didasari oleh keimanan yang kokoh dan kuat, dengan prinsip-prinsip hidup yang dipegang kuat tak tergoyahkan, dan keyakinan yang sangat kuat bahwa pertolongan Allah amat dekat. Hal ini didukung oleh pemahaman (tashawur) Islam yang benar sesuai dengan pemahaman para salaful ummah.”[16]
Di baris lain dari surat itu beliau mengutarakan, “Islam tidak memberikan toleransi kepada pengecut dan penakut. Sebab, Islam adalah dien yang menjadikan semua makhluk berani, seperti sosok Rasulullah Saw yang sangat pemberani. Islam adalah dien keberanian, keluhuran budi, pengorbanan yang agung, dien perjuangan (struggle religion), dorongan dan hasrat untuk mati syahid semata-mata hanya mengharap balasan yang besar dan ampunan Allah setelah kematian.”
Dr. Nurul Haj Misuari
MILF (Moro Islamic Liberation Front) / Front Pembebasan Islam Moro adalah militan Islam yang menghuni Philipina Selatan meliputi bagian selatan Mindanao, Kepulauan Sulu, Palawan, Basilan dan beberapa pulau yang bersebelahan. Organisasi ini didirikan oleh Salamat Hasyim yang beraliran Islami murni. MILF mayoritas berasal dari suku Manguindanao, Maranao, Iranon, Taosug, dan Yakan di Basilan. MILF merupakan gerakan yang paling merepotkan pemerintah Philipina. Dikarenakan organisasi ini memiliki system organisasi yang rapi, akademi militer super lengkap, mampu membuat persenjataan sendiri (memiliki senjata anti serangan udara bahkan memiliki RPG atau senjata anti tank) serta memiliki lebih dari 125.000 prajurit tempur.[17]
•Abu Sayyaf
Inilah organisasi yang paling sering diberitakan di Indonesia. Yang berita terakhirnya ditangkapnya tokoh kunci pergerakan ini di Indonesia. Organisasi pecahan MNLF ini dipimpin oleh Abdurrazak Janjalani dan didirikan tahun 1993. Kelompok ini dianggap memiliki kaitan dengan JI (Jama’ah Islamiyah) dan Al Qaeda. Dan tentu saja dikait-kaitkan dengan aksi-aksi bom di Indonesia (POLRI menyatakan militan Indonesia yang melakukan aksi-aksi bom bunuh diri, melakukan pelatihan di kamp-kamp milik Abu Sayyaf).[18]
Abu Sayyaf adalah suatu gerakan yang bersifat radikal, dimana gerakan ini selalu mengunakan kekerasan dalam setiap aksinya. Gerakan Abu Sayyaf di Filipina ini telahsangat meresahkan warga Filipina dengan aksi-aksi pengeboman,penculikan dan pengeksekusisn terhadap sandra. Gerakan Abu Sayyaf ini telah mengarah ke taraf teroroisme. [19]
Mengenai hal Teroroisme, menyangkut istilah ideology ini sulit disepakati dan secara objektif bahwa suatu kelompok terorisme yang ditunjukan melalui aksi kekerasan. Ideologiterorisme mungkin digunakan pada berbagai bentuk misalnya agama atau politik, tetapi masih memiliki tujuan motif aksi yang sama, yang menyatukan kelompok, dan jaringan organisasi pada komunitas yang memiliki isi pokok adalah pertengkara. Menurut Charles W Kigley Jr dan Eugene R Wirtkopf adalah suatu penggunaan ancaman kekerasan, suatu metode pertempuran atau strategi untuk meraih tujuan tertentu, yang ditujukan untuk menimbulkan keadaan takut di pihak korban. Ranstop berpendapat bahwa fanatisme agama adalah sebuah motif principal dari terorisme, dan dinyatakan dengan tegas oleh keberagaman keyakinan, seperti Islam, Yahudi, Kristen, dan keyakinan lain, acapkali menempuh aksi terorisme. Dia berpendapat bahwa terorisme agama adalah suatu tipe kekerasan politik yang dimotivasi oleh rasa krisis spiritual dan sebuah reaksi terhadap perubahan sosial dan politik.
Menurut Ronald Gottersman, terdapat dua jenis organisasi teroris yaitu domestik dan internasional. Teroris dari organisasi berjenis domestik melakukan aktifitasnya hanya didalm negeri tempat ia berdomisili. Sedangkan teroris dari organissasi berjenis internasional menyerang musuh mereka dimana saja dan kapan saja. Sedangkan Atif M Mir membedakan lingkup gerakan dalam dua bagian yaitu domestic terorism dan International Terorism. Domestic Terorism yaitu gerakan terorisme yang dilakukan didalam batas teritorial suatu negara dan dilakukan oleh perseorangan atau kelompok dengan tujuan-tujuan khusus politik, ekonomi atau agama. Internasional terorism yaitu gerakan terorisme yang dihubungkan dengan penyerangan-penyerangan terhadap susunan-susunan pihak ketiga (Third Party Target) di wilayah atau teritorial asing dan dapat pula di dukung serta disponsori oleh suatu negara. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Gerakan Abu Sayyaf ini adalah sebuah gerakan terorisme domestik, yangmana gerakan ini hanya beraksi di wilayah-wilayah tertentu di Filipina.
Pada awalnya Abu Sayyaf (bapak penyandang pedang) dikenal dengan nama al-Harakatul al-Islamiya. Di awal tahun 1980-an sekitar 300 dan 500 fundamentalis Moro tiba di Peswahan, Pakistan, untuk membantu Mujahiddin yang sedang melawan invasi dan pendudukan Soviet ke Afghanistan. Salah seorang dari mereka, Ustadz Abdurajak Janjalai, muncul sebagai seorang pemimpin.
Kelompok Abu Sayyaf pertama muncul pada tahun 1989 dibawah kepemimpinan Abdurajak Janjalani, anak seorang ulama di Basilan, dia belajar di sebuah Universitas Islam di Arab Saudi, lulus pada tahun 1981 sebelumnya belajar hukum Islam di Ummu l-Qura di Mekkah selama 3 tahun.
Dia kembali ke Basilan dan Zamboanga untuk berkhutbah pada 1984. Pada 1987 dia mengunjungi Libya dan kemudian melanjutkan bersama Mujahiddin dan melawan Soviet selama beberapa tahun di Afghanistan. Abu Sayyaf telah memiliki hubungan dengan sebuah gerakan fundamentalis Islam, Al-Islamic Tabligh, di tahun 1980. Kelompok dibawah pimpinan Janjalani sedang menjalankan sebuah pembentukan negara Islamic Theocratic State of Mindanao (MIS), dan memasukan sebuah kepercayaan agama yang meneriakan intoleransi dengan tujuan untuk menyebarkan Islam melalui Jihad dan yang menjadi target sasarannya semua umat Kristen Filipina.
Dalam pencarian objeknya, Kelompok Abu Sayyaf telah menetapkan ideologinya dengan tegas dan agenda operasional yang telah mendalam terikat pada sebuah maksud usaha pengabungan yang memaksa dominasi Islam dunia melalui perlawanan bersenjata. Kelompok Abu Sayyaf sangatlah kecil dan merupakankelompok separatis Islam yang sangat radikal di Filipina Selatan. Mereka menggunakan pemboman, pembunuhan, penculikan dan pemerasan untuk mengupayakan berdirinya sebuah negara Islam yang merdeka di Mindanao bagian Barat dan daerah Sulu, dimana daerah Filipina Selatan merupakan populasi tertinggi umat Muslim tinggal.
1. Kepemimpinan
Typical infrastruktur teroris kontemporer seperti gaya sentripugal sebuah sistem tata surya: dimna pemimpin bagaikan matahari, dan anggotanya seperti planet yang mengelilinginya, biasanya cukup memiliki pengaruh langsung yang kuat.
Zawordy, berpendapat bahwa dalam sistem hirarki ini, pemimpin berada diposisi teratas ketika dalam sistem sentripugal pamimpin adalah pusatnya. Pemimpin gerakan teroris, dijadikan pusat organisasi. Tidak hanya sebagai katalisator langsung dari setiap aksi, dengan rencana, tetapi mereka jugaberpartisipasi dalam setiap aksi. Disatu sisi, Cragin dan Daily telah menunjukan bahwa kepemimpinan sangatlah lebih berarti dan berpendapatbahwa pemimpin berperan dalam mepertahankan kohesiensi kelompok dan bertangungjawab terhadap organisasi seperti yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang berkarisma.
Kemunculan Abu Sayyaf di awal tahun 990-an dipresentasikan sebagai pergerakanseparatis Muslim yang radikal yang dikepalai oleh Abdurajak Janjalani, yang merupakan seorang veteran perang dari Afghanistan.
Dia berjuang bersama-sama dengan kelompok mujahidin dibawah pimpinan Abdul rasul Abu Sayyaf. Ketika Soviet menarik diri dari Afghanistan pada tahun 1989, Abdurajak kembali ke Basilan dan mendirikan al-Harakut al-Islamiya atau gerakan Islam yang kita kenal dengan Abu Sayyaf bersama kader-kader muda MNLF yang tidak sepaham dengan kebijakan MNLF. Abdurajak Janjalani mendirikan kelompok Abu Sayyaf terpisah dari Moro Nastional Liberation Front (MNLF), yang merupakan suatu kelompok pemberontak nasional yang menggunakan cara-cara perang Geriliya melawan pemerintah Filipina sejak tahu 1960-an. Abdurajak dipandang sebagai seorang yang kharismatik, Abdurajak tertarik terhadap pergerakan pemuda-pemuda Muslim yang kembali dari belajar di Saudi Arabia, Libya, Pakistan dan Mesir, dan juga militant local.
Bila dibandingkan dengan Hizbullah, kelompk Abu Saayaf memiliki anggota yang sangat sedikit, diperkirakan 500 orang lebih kuat ditahun 1990-an. Antara tahun 1991 dan 1998, kelompok militant ini mulai memperluas dan mengembangkan kemampuannya, dilihat dari pergerakannya kelompok ini rapi dalam melancarkanserangkaian serangan kecil terhadap warganegara asing. Pada tahun-tahun pertama, kelompok Abu Sayyaf banyak melakukan penculikan penduduk local, dan levelkemampuan mereka meningkat disebabkan oleh banyaknya angota mereka adalah direkrut dari kelompok-kelompok yang tidak sejalan dengan perjuangan MNLF ataupun MILF.
2. Perekrutan Anggota
Suatu keompok atau organisasi yang telah terbentuk, untuk mengembangkan dirinya, maka di perlukanlah anggota, perekrutan anggota adalah suatu persyaratan terpenting unuk sebuah kelangsusngan sebuah organisasi.suatu kelompok membutuhkan anggota-angoota baru untuk menumbuhkan kekuatan dan melengkapi dari kehilangan setiap anggota.
Pada awlnya perekrutan anggota dari gerkan Abu Sayyaf diambil dari para pemuda Muslim yang tidak sejalan dengan kebijakan MNLF. Pada awal pembentukannya, kelompok ini hanya berkisar 500 orang. Walupun hanya sedikit tetapi gerakan ini berhasil membuat resah pemerintah Filipina dengan melakukan penculikan, pemboman dan pembunuhan orang-orang Kristen local maupun Asing. Menurut data pada tahun 2005 kelompk ini diperkirakan ada sekitar 200-300 anggota di bawah kepemimpina Khadafi Janjalani.
Menurut Eusoquito P. Manalo, berargumen bahwa, “anggota kemopok Abu Sayyaf telah direkrut terbatas pada sebuah komunitas tertentuoleh kelompok etnic linguistic dan keluarga dimana kordinasi internal yang telah difasilitasi oleh kepercayaan.” Hal ini dibuat pengkelompokan yang sebenarnya mustahil dimasuki oleh agen pemerintah.
•NPA (New People’s Army)
Kelompok ini merupakan gerakan beraliran komunis, yang bercita-cita ingin mendirikan gerakan komunis di Philipina. Walaupun gerakan ini menyebar dibeberapa tempat di Selatan Philipina namun belum memiliki kemampuan militer yang memadai. Persenjataannya pun dibeli di toko-toko yang ada di Philipina. NPA mendanai pergerakannya dengan cara merampok di sekitar wilayah kekuasaannya. Informasi terakhir menyebutkan OPM (Gerakan Papua Merdeka) mengikuti kamp pelatihan di kamp NPA.[20]
BAB III
PENUTUP
Proses islamisasi di Filipina pada masa awal adalah melalui tiga hal, yaitu perdagangan, perkawinan dan politik. Diterimanya Islam oleh orang-orangMindanao, Sulu, Manilad dan sepanjang pesisir pantai kepulauan Filipina tidak terlepas dari ajaran Islam yang dibawa oleh para pedagang tersebut dapatmengakomodasi tradisi lokal.
Umat islam Filipina yang kemudian dikenal dengan Bangsa Moro,pada akhirnya menghadapi berbagai hambatan baik pada masa kolonial maupun pasca kemerdekaan. Bila direntang ke belakang,perjuangan bangsa Moro dapat dibagi menjadi tiga fase : Pertama,Moro berjuang melawan penguasa Spanyol selama lebih dari 375tahun (1521-1898). Kedua,Moro berusaha bebas dari kolonial Amerika selama 47tahun (1898-1946). Ketiga,Moro melawan pemerintah Filipina (1970-sekarang).
Minimal ada tiga alasan yang menjadi penyebab sulitnya bangsa Moro berintegrasi secara penuh kepada pemerintah Republik Filipina.
1. Bangsa Moro sulit menerima Undang-Undang Nasional karena jelas undang-undangtersebut berasal dari Barat dan Katolik dan bertentangan dengan ajaran Islam.
2. Sistem sekolah yang menetapkan kurikulum yang sama tanpamembedakan perbedaan agama dan kultur membuat bangsa Moro malas untuk belajar di sekolah yang didirikan oleh pemerintah.
3. Adanya trauma dan kebencian yang mendalam pada bangsa Moro atas Program perpindahan penduduk yang dilakukan oleh pemerintah Filipina ke wilayah mereka di Mindanao, karena program ini telah mengubah mereka dari mayoritas menjadi minoritas di segala bidang kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Pamungkan, Cahyo. Bab III : Perkembangan Pergerakan Separatisme Bangsa Moro.
Siti Maryam dkk Sejarah Peradaban Islam, Lkis, 2004
Dr. Hamid A. Rabie, Islam Sebagai Kekuatan International, CV. Rosda Bandung 1985
Hamka, Sejarah Umat Islam, Pustaka Hidayah, 2001
[8] http://www.anneahira.com/islam-di-filipina.htm
[9] Lihat , http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Moro
[10] Lihat, http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Moro
[11] Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Moro
[13] Lihat, http://27victory.wordpress.com/2011/12/02/jihad-bangsa-moro/
[14] Lihat, http://27victory.wordpress.com/2011/12/02/jihad-bangsa-moro/
[15] http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/03/bangsa-moro-di-filipina.html
[17] Lihat , http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/03/bangsa-moro-di-filipina.html
[18] Lihat, http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/03/bangsa-moro-di-filipina.html
[19] Lihat, http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/03/bangsa-moro-di-filipina.html
[20] Lihat, http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/03/bangsa-moro-di-filipina.html
0 komentar:
Posting Komentar